News - Rabu pagi, 26 Desember 2018, aparat kepolisian dan TNI merazia serta menarik sejumlah buku yang diduga menyebarkan paham komunis dan mempropagandakan PKI di Kediri, Jawa Timur.
Peristiwa ini kembali menegaskan bahaya PKI masih menjadi isu yang dijadikan dalih untuk memberangus buku dan menambah senarai panjang tentang pelarangan buku di Indonesia.
Salah seorang penulis yang sangat kenyang mengalami pelarangan terhadap karya-karyanya adalah Pramoedya Ananta Toer (selanjutnya ditulis Pram).
Buku karya sastrawan yang pernah aktif di Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra)—organisasi kebudayaan yang dekat dengan PKI—ini tak hanya dilarang, tapi juga dirampas dan dibakar. Tak hanya buku, beberapa naskah miliknya pun banyak yang dibakar dan hilang tak jelas nasibnya.
Tak lama setelah peristiwa G30S, rumah Pram di Rawamangun, Jakarta Timur dilempari segerombolan orang dengan batu.
Pertengahan Oktober 1965, malam ketika lampu teras dan lampu depan rumahnya dimatikan, batu-batu itu menghajar. Namun, saat ia menyalakannya, para pelaku melarikan diri. Begitu berkali-kali. Pram menyimpulkan, orang-orang yang melempari rumahnya itu adalah orang yang ia kenal.
Sebuah batu besar menghancurkan pintu rumahnya. Pram murka. Ia berteriak, “Pengecut, bukan begini caranya berjuang! Saya juga pejuang! Sini pemimpin kalian! Mau apa kalian? Kalau berani, datang ke sini!”
Saat kakinya mulai berdarah terkena lemparan batu, ia berdiri di depan pintu rumahnya, siap melawan sambil memegang sebilah pedang samurai. Namun tiba-tiba terdengar letusan senapan otomatis dan seseorang berteriak, “Berhenti!”
Satu peleton tentara mendatangi rumahnya dan salah seorang dari mereka berkata, “Pak, rakyat jangan dilawan.”
Pram tegas menjawab, “Mereka itu bukan rakyat, tapi gerombolan.”
Ia kemudian ditahan. Sebelum dibawa ke markas militer, tentara itu berkata, “Mari Bung Pram, kami akan amankan.”
Pram mengaku, itulah pertama kalinya ia mengetahui bahwa diamankan berarti ditahan.
“Segera setelah itu saya ditahan dan semua milik saya dirampas, termasuk apa yang saya pakai pada saat itu, termasuk jam tangan. Penahanan ini terjadi pada tanggal 13 Oktober 1965. Saya dibawa dengan truk dan dipukul pakai popor senapan beberapa kali sampai hampir tidak sadar,” ujar Pram seperti dikutip Andre Vltchek dan Rossie Indira dalam Saya Terbakar Amarah Sendirian (2006).
Terkini Lainnya
Dilarang Jaksa Agung
Dilarang Sejak Zaman Belanda hingga Era Sukarno
Artikel Terkait
LBH Desak Polisi Tindak Pelaku Razia Buku di Gramedia Makassar
Fasisme, Pelarangan Buku, dan Sastra Eksil
Saat Elite Saling Lempar Aroma Busuk, Muncullah Usul Razia Buku
Razia Buku Paham Komunis: Presiden Diminta Tegur Jaksa Agung
Populer
Daya Beli Masyarakat Lemah, Ritel di Ambang Krisis
Kemenhub Panggil Bos Air Minum Imbas Kecelakaan di GT Ciawi
Menerka Nasib THR & Gaji ke-13 PNS 2025, Akankah Kena Efisiensi?
Nelangsa Warga Perumahan Tambun Bekasi, Tergusur Meski Punya SHM
DPR Minta Anggaran Kemenkes Imbas Efisiensi Rp10 T Dikembalikan
Respons TNI soal Tatib Baru DPR Terkait Pencopotan Pejabat
Perjanjian Asuransi Pascaputusan MK: Apa yang Saja Berubah?
Masa Depan AI di Genggaman Cina
Flash News
Kompolnas Sebut Perkara AKBP Bintoro Lebih pada Kasus Penyuapan
Tipu Eks Bupati Rote, Polisi Tetapkan 3 Tersangka KPK Gadungan
Staf Hasto Akui Dititip Tas Hitam oleh Harun, Tak Tahu Isinya
PCO soal Peringatan Prabowo: Tak Seirama, Ya Dievaluasi Presiden
Kondisi Teranyar Sopir Truk Pemicu Kecelakaan Maut di GT Ciawi
Prabowo: Dewan Pertahanan Nasional Berjalan 22 Tahun usai UU Sah
Istana soal Tatib Pencopotan Pejabat: Enggak Ada Polemik
BGN Buka Peluang Anggaran MBG Rp10 Ribu Dikelola Orang Tua
Tim Hukum Bantah KPK soal AKBP Hendy Orang Suruan Hasto PDIP
Dasco Bela Prabowo soal Gaji ke-13 ASN: Tak Ada Pemotongan
Dasco soal OPM Mau Bakar Sekolah Terima MBG: Itu Pembangkangan
Dicegah KPK ke Luar Negeri, Agustiani Tio Kesal Sudah Kooperatif
PPATK Ungkap Transaksi Ilegal Kripto Capai Rp1,3 T dari Judol
DPR AS Usul RUU Larangan Penggunaan DeepSeek AI Cina
DPR Desak Pemerintah Segera Perbaiki Sistem PDSS