News - Wakil Ketua Pansus Angket Haji DPR RI, Marwan Dasopang, mengklaim pihaknya telah menemukan sederet bukti indikasi penyimpangan kuota haji 2024 oleh Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus (PIHK) Kementerian Agama (Kemenag). Menurut Marwan, temuan itu terungkap dari hasil pemeriksaan saksi yang dilakukan Pansus Haji DPR RI.

"Satu penyimpangan bahwa penerapan kuota secara sepihak setelah ada keputusan, sudah kita kejar tidak bisa mengelak bahwa mereka memang sudah berniat seperti itu [PIHK)," kata Marwan saat ditemui di Kompleks DPR RI, Senayan, Jakarta, Rabu (12/9/2024).

Marwan mengatakan, pansus menemukan adanya pengalihan kuota haji 10 ribu jemaah haji khusus berangkat dengan masa waktu 0 Tahun. Kuota 10 ribu merupakan bagian dari kuota tambahan 20 ribu, yang dibagi menjadi dua oleh Kemenag, yaitu 10 ribu untuk haji khusus dan 10 ribu untuk haji reguler. Namun, kuota itu dialihkan ke jemaah dengan haji khusus yang berangkat dengan masa waktu 0 tahun.

"Kedua, setelah dialokasikan 10 ribu, 10 ribu, kita mendapatkan bukti 0 tahun. Dan 0 tahun itu tentu mereka mengatakan bahwa ini sisa kuota. Kita sebutkan masih ada sisanya," ucap Marwan.

Pansus Haji, kata dia, juga menemukan adanya kesaksian terkait calon jemaah yang ditawari untuk membayar 15 ribu hingga 21 ribu dolar AS agar bisa langsung berangkat di tahun ini, meski yang bersangkutan harusnya menunggu sekitar 6 tahun.

"Ada juga jemaah yang betul-betul digoda, ada kesempatan, untuk berangkat tahun ini. Siap, bayarnya 15 ribu dolar AS. Muncullah namanya berangkat tahun ini. Tapi setelah muncul namanya berangkat tahun ini, pas mau pembayaran dia harus membayar 21.900 ribu dolar AS," tutur Marwan.

Dalam kesempatan terpisah, Anggota Pansus Angket Haji DPR RI, Wisnu Wijaya, mengatakan pihaknya menemukan adanya dugaan manipulasi data di Sistem Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kemenag. Ia mengatakan hal itu membuat jadwal keberangkatan jemaah tidak sesuai dengan ketentuan.

"Ada yang dimajukan lebih awal dan ada yang diundur sehingga memunculkan kecurigaan adanya transaksi di luar prosedur resmi di sini," kata Wisnu dalam keterangan tertulisnya, Rabu.

Wisnu mengatakan, pansus juga menemukan adanya proposal pembagian rata kuota haji tambahan justru berasal dari Kementerian Agama, bukan dari otoritas Arab Saudi. Selain itu, ditemukan sebanyak 3.500 jemaah haji khusus berangkat tanpa masa tunggu.

"Tekanan pada sejumlah saksi dari unsur jemaah hingga pejabat sepanjang penyelidikan. Pelaporan data keberangkatan haji khusus melalui sistem Siskohat dan Siskopatuh tidak berjalan real time, sehingga data keberangkatan sering kali terlambat atau tidak lengkap," ucap Wisnu.

Wisnu melanjutkan, setelah operasional haji selesai, beberapa PIHK belum melaporkan jumlah jemaah yang berangkat. Hal itu, kata dia, menyebabkan ketidakpastian jumlah jemaah yang berangkat.

"Tidak ada regulasi yang jelas terkait pelunasan kuota, sehingga hanya jemaah yang memiliki akses informasi dan sumber daya dari PIHK tertentu bisa lebih diuntungkan dibanding yang lain, yakni terkait percepatan keberangkatan," tutur Wisnu.

Ia juga menyebut pengawasan yang dilakukan Kementerian Agama terhadap PHK tidak memadai. PIHK sering kali gagal melaporkan keberangkatan jemaah tepat waktu dan tidak ada sanksi yang jelas untuk ketidakpatuhan ini.

Sebagai informasi, Siskohat merupakan sistem informasi manajemen yang dikembangkan oleh Kementerian Agama untuk memudahkan pelayanan haji. Sistem komputerisasi haji terpadu tersebut berupa jaringan komputer yang tersambung secara daring dan realtime antara Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh dan Bank Penerima setoran (BPS) Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH).

Pansus Hak Angket Haji DPR RI mengendus adanya kejanggalan dalam pengelolaan Siskohat pada penyelenggaraan haji 2024.

Saat ini, dugaan penyelewengan dalam penyelenggaraan haji 2024 masih terus diusut oleh Pansus Haji tersebut. Pansus Haji dibentuk guna menggali dugaan pelanggaran dalam pengalihan 20 ribu kuota haji tambahan, dari haji reguler ke haji khusus atau ONH Plus.

Pengalihan kuota haji itu diduga dilakukan secara sepihak oleh Kementerian Agama dan melanggar undang-undang. Pasalnya, persentase kuota haji khusus 2024 melebihi ketentuan. Sesuai Undang-Undang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, kuota haji khusus maksimal sebesar 8 persen dari total kuota haji.