News - Lukman duduk di sudut Masjidil Haram menanti azan Subuh pada Jumat malam (7/6/2024). Lukman bukanlah nama sebenarnya. Setelah koordinator travelnya ditangkap polisi Arab Saudi dua hari sebelumnya, ia kini tak ubahnya anak yang kehilangan induk, telantar kebingungan, panas dingin terdampar di negeri orang.

Bayang-bayang wajah istri yang hamil tak bisa hilang. Sesekali terlintas wajah anak kecilnya yang meminta segera pulang. Malam itu ia menangis diteror berjuta pikiran tak nyaman. Takut tertangkap, takut dipenjara, takut tidak bisa pulang.

Lukman seorang guru ngaji. Ditemani tiga lansia kawannya asal Madura, ia tak henti-hentinya istigfar memanggil-manggil asma Tuhan. Kecewa tentu saja, tapi nasi sudah menjadi bubur, mau segera pulang tapi jarak tak terkira jauhnya.

"Tidak disangka saya seperti buronan sekarang. Saya di sini (salat di Masjidil Haram) sebenarnya menghindar, dapat kabar hotel digerebek polisi. Kan ada yang bilang tempat paling aman justru tempat paling berbahaya," katanya menjawab pertanyaan.

"Pemilik travelnya (koordinator), ditangkap kemarin. Terus sekarang bagaimana, enggak bertanggung jawab. Panas dingin ini, kawan-kawan pingin ngajak pulang," lelaki 39 tahun itu mengeluh.

Lukman saat ini tinggal di sebuah pemondokan di kawasan Syisya, Kota Makkah. Kepada siapapun, Ia tidak akan mau menyebut nama hotelnya. Termasuk kepada jemaah haji lain yang dikenalnya. Banyak pula di antara kawannya mengajak bertemu, tapi ditolak mengingat posisinya sekarang ini.

"Ada banyak kawan jemaah di sini, wali-wali santri juga banyak yang kirim WA (WhatsApp) ingin bertemu, tapi sudah lah. Takut saya terjadi apa-apa," ujarnya.

Berangkat ke Tanah Suci sepekan lalu menggunakan jasa Travel Haji—yang katanya dikelola mukimin asal Medan—Lukman bersama rombongan dari Madura, Mojokerto, Surabaya, dan beberapa daerah lain hanya dibekali visa ziarah dan janji-janji. Katanya, ia melanjutkan, sesampainya di Makkah bakal diberi visa haji.

Tapi rupanya janji hanya isapan jempol. Padahal uang sudah disetor, biayanya macam-macam, ada yang bayar Rp 160 sampai 200 juta. Ada yang jual tanah pula. Rencananya hari ini mereka bakal pulang saja, tidak mau mengambil resiko melanjutkan perjalanan haji.

"Iki adem panas ga doyan mangan (Ini panas dingin enggak doyan makan). Kasihan ini temen-temen, sudah jual tanah buat ke sini, kerjaan angon (gembala) kambing, ini lagi ngumpul bahas rencana pulang," ujarnya.