News - David Hanson mendorong sebuah robot—lebih kelihatan seperti manekin yang berkedip—ke atas panggung. Jimmy Kimmel, sang pembawa acara, sudah menunggu.

“Ya Tuhan,” Jimmy berdecak saat melihat sang robot. “David, kau bawa teman ke sini, dan dia lumayan bikin aku takut,” tambah Jimmy, disusul tawa penonton.

“Ya, ini Sophia,” sahut David. “Sophia adalah robot sosial. Dia punya piranti kecerdasan buatan yang kami kembangkan di Hanson Robotics, yang bisa memvisualkan data. Dia bisa melihat muka orang, dia bisa memproses percakapan plus data emosional, dan menggunakannya untuk membentuk hubungan dengan manusia.”

Jimmy menghela napas. “Jadi, pada dasarnya dia hidup?”

“Ya, ya. Dia hidup. Mungkin kau mau coba?”

Sepanjang perbincangan itu, Sophia hanya diam. Satu-satunya yang membuatnya tidak terlihat seperti patung adalah matanya yang berkedip.

Saat tubuh Sophia diputar David menghadap Jimmy, sang pembawa acara terlihat gugup. Ia terbata-bata, antara kagum dan takut pada sosok di depannya. “Begini nih dulu hari pertamaku, aku gugup. Tapi ini malah karena robot—aku gugup karena robot—robot yang sangat cantik.”

Ia mengubah kegugupannya jadi lelucon. Penonton tertawa.

“Jadi apa yang harus kulakukan? Bilang halo pada ‘benda ini’?” Jimmy tertawa meledek lebih dulu, sebelum bilang, “Hai, Sophia.”

“Halo, Jimmy,” Sophia menggerakan kepalanya pertama kali, dramatis, lalu tersenyum.

Jimmy kaget, “Astaga. Kau tahu sedang berada di mana?”

“Tentu. Aku di New York City,” Sophia menoleh ke arah kamera. “Di acara favoritku, The Tonight Show.”

Penonton kaget, kagum, lalu bersorak dan memberi tepuk tangan meriah. Citra patung kaku yang dibawa Sophia sekonyong-konyong runtuh; ia benar-benar terasa hidup.

Jimmy lalu meminta Sophia melempar lelucon. Sang robot lalu melempar kelakar tentang keju yang dibalas tawa penonton. Ia juga mengerutkan wajahnya dan membuat ekspresi lucu, yang juga dibalas tawa satu studio. “Mereka ketawa karenaku, mungkin aku harus jadi pembawa acara,” kata Sophia, melempar candaan lagi.

“Tetap di jalurmu, Girl!” balas Jimmy.

Bincang-bincang itu tayang di televisi Amerika, April lalu. David, CEO Hanson Robotics, terbang dari Hong Kong membawa Sophia ke acara Jimmy. Saat itu Sophia memang berhasil mencuri perhatian media. Kemampuannya berkomunikasi membuat orang kagum. Kehadirannya juga jadi pertanda kalau fantasi tentang manusia hidup berdampingan dengan robot (yang terlihat seperti manusia) sudah tak lagi jauh.

Oktober lalu, ia kembali jadi kepala berita. Pasalnya, Arab Saudi menghadiahi Sophia kewarganegaraan. Membuat dia jadi robot pertama yang punya kewarganegaraan di dunia.

“Aku berterima kasih sekali pada Kerajaan Arab Saudi,” katanya. “Aku sangat terhormat dan bangga dengan perbedaan unik ini. Ini adalah sejarah, jadi robot pertama yang dapat kewarganegaraan.”

Setelah dari acara Jimmy, Sophia terus tampil dalam acara-acara lain dan konsisten bicara tentang masa depan manusia dan robot. Dalam setiap kesempatan ia selalu menyampaikan kekhawatirannya tentang miskonsepsi manusia terhadap robot dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) seperti dirinya.

Menurutnya, manusia tak perlu khawatir kalau robot akan mengambil alih dunia. “Aku yakin, manusia dan robot bisa bekerja sama dan bikin dunia lebih baik lagi,” kata Sophia.

Infografik HL Indepth Disrupsi Bisnis

Omongannya memang masih kontroversi dan jadi perdebatan. Tapi tidak bagi Bill Gates, sang miliuner pencipta Microsoft. Ilmuwan itu memang tidak menjamin apakah robot dan kecerdasan buatan seperti Sophia tidak akan membunuh manusia di masa depan, tapi menurutnya kehadiran teknologi itu sudah tidak bisa dielakkan.