News - Indeks Kepercayaan Industri (IKI) pada Juli 2024 mencapai 52,4, atau melambat 0,1 poin dibandingkan Juni 2024. Perlambatan nilai IKI, dipengaruhi oleh menurunnya nilai variabel pesanan baru dan masih terkontraksinya variabel produksi.

Nilai IKI variabel pesanan baru menurun 1,86 poin menjadi 52,92. Sedangkan variabel produksi meningkat 2,45 poin menjadi 49,44 atau masih kontraksi. Selanjutnya, nilai IKI variabel persediaan produk justru meningkat 0,48 poin menjadi 55,53.

Sejurus dengan penurunan tersebut, Survei IKI mencatat bahwa optimisme pelaku usaha enam bulan ke depan mengalami perubahan arah pada dari 73,5 persen di Juni 2024 menjadi 71,9 persen di Juli 2024. Kondisi ini menandakan bahwa optimisme pelaku usaha turun atau tengah dalam keadaan pasrah.

Selanjutnya, perubahan arah juga terjadi pada pesimisme pelaku usaha enam bulan ke depan yang meningkat dari 5,5 persen menjadi 6,0 persen. Sedangkan sebanyak 22,1 persen pelaku usaha menyatakan kondisi usahanya masih stabil selama enam bulan mendatang.

Penurunan optimisme tersebut, terjadi jelang pergantian kepemimpinan dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) ke Presiden Terpilih 2024-2029, Prabowo Subianto. Prabowo akan dilantik menjadi presiden pada Oktober 2024 mendatang.

"Kondisi ini menjadi warning dan perlu diwaspadai untuk kondisi sektor industri ke depan," ujar Juru Bicara Kementerian Perindustrian Febri Hendri Antoni Arif, pada Rilis IKI Juli 2024 di Jakarta, Rabu (31/7/2204).

Analis Kebijakan Ekonomi APINDO, Ajib Hamdani, melihat ada beberapa faktor menyebabkan Indeks Kepercayaan Industri dan optimisme pengusaha mengalami penurunan. Pertama karena kondisi gelombang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) yang terjadi secara bergelombang, menunjukkan industri sedang mengalami masalah daya dukung.

"Kedua, faktor investasi yang masih terjadi uncertainty, termasuk karena kondisi politik yang masih belum final sampai akhir tahun 2024," kata Ajib kepada Tirto, Kamis (1/8/2024).

Penurunan IKI dan optimisme pengusaha lainnya dipicu juga karena pelemahan daya beli masyarakat, yang tercermin dari Indeks daya beli yang sedang mengalami kontraksi di bawah 50. Kondisi ini menunjukkan bahwa saat ini pesanan/penjualan di industri pengolahan masih dipenuhi oleh persediaan produk.

Selain itu, di beberapa industri yang pesanan barunya kontraksi, produksi dilakukan untuk menambah tingkat ketersediaan produknya. Mayoritas industri pengolahan di Indonesia juga masih sangat mengandalkan pasar domestik.

Neraca perdagangan Sumut surplus pada Januari 2024

Seorang pekerja mengawasi proses bongkar muat peti kemas di Terminal Peti Kemas Internasional Belawan Kota Medan, Sumatera Utara, Senin (4/3/2024). ANTARA FOTO/Fransisco Carolio/tom.

Penurunan pesanan terjadi hampir di seluruh subsektor industri. Dari 23 subsektor, 15 subsektor industri mengalami penurunan pesanan baru. Hal ini dikarenakan kondisi global yang belum stabil dan penurunan daya beli masyarakat di pasar domestik.

Data Kementerian Tenaga Kerja menunjukkan terjadinya penurunan jumlah tenaga kerja sektor industri atau peningkatan pekerja nonformal. Sedangkan bila dilihat dari sisi proporsi pengeluaran terhadap pendapatan, terjadi peningkatan konsumsi dan penurunan tabungan, sehingga dapat disimpulkan kondisi masyarakat saat ini telah menggunakan tabungannya untuk konsumsi.

Kondisi ini tentu saja berdampak pada pola pembelian barang yang berorientasi harga dan penurunan keberanian untuk berspekulasi mendapatkan kredit pembiayaan. Sedangkan, para produsen mengeluarkan kebijakan untuk mengurangi produksi. Hal ini menjelaskan nilai IKI variabel produksi yang masih terkontraksi.

"Keempat, karena kondisi geopolitik yang masih wait and see, termasuk menunggu sikap politik internasional dari pemerintahan yang baru," jelas dia.

Hingga saat ini, kondisi perekonomian global masih menunjukkan ketidakpastian, meskipun ekonomi Amerika Serikat dan Eropa menunjukkan penguatan yang didukung oleh konsumsi yang kuat dan adanya stimulus fiskal di dua wilayah tersebut.

Di sisi lain, perekonomian RRT diperkirakan tidak akan tumbuh kuat pada tahun 2024, meskipun Dana Moneter Internasional (IMF) dalam laporan World Economic Outlook terbaru telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi RRT pada 2024 menjadi 5 persen, naik dari prediksi 4,6 persen pada April 2024.

"Dunia usaha akan mengalami kenaikan ketika tingkat kepastian usaha bisa diberikan oleh pemerintah dan regulasi yang mendukung dengan pertumbuhan dan pemerataan ekonomi," pungkas Ajib.