News - Begitu melangkah masuk ke Warkop Modjok, kafe dengan desain vintage yang homey itu, para pengunjung akan melihat seekor kucing domestik tiga warna—oranye, hitam, dan dominan putih. Nama “Hepi” tertera pada kalung biru yang ia kenakan. Kucing ini, salah satu dari banyak penghuni kafe, menyambut pengunjung seolah mengajak untuk bermain bersama. Suasana di sekitar kafe semakin menambah kenyamanan, dengan pepohonan yang rindang dan tanaman yang sejuk, menciptakan suasana asri di tengah kebisingan kota.

Di dalam kafe, kucing-kucing menggemaskan berlalu-lalang di antara pengunjung. Ada yang sibuk berfoto dengan mereka, mengelus-elus bulu halus mereka, atau sekadar menikmati momen sambil memberi makan. Kafe ini memang bukan sekadar tempat ngopi biasa. Selain kucing, belasan kelinci juga meramaikan kafe dengan ditempatkan di taman kelinci khusus.

Andien, pengelola Warkop Modjok, mengungkapkan, kafenya saat ini menampung sekitar belasan ekor kucing. Namun, pada awalnya kafe tersebut tidak dirancang sebagai "cat cafe.” Warkop Modjok awalnya lebih berfokus pada konsep kafe dengan suasana taman yang rustik. Seiring waktu, setelah berpindah lokasi sebanyak tiga kali, kafe ini pun berkembang menjadi seperti yang dikenal sekarang.

“Kami awalnya cuma punya satu kucing, dan itu kucing liar. Daripada mengganggu pelanggan yang makan, kami pisahkan saja tempat makannya. Eh, lama-lama malah makin banyak kucing yang datang,” ujar Andien kepada Tirto.

Andien menjelaskan, tidak ada niat khusus untuk mengumpulkan kucing di Warkop Modjok. Kucing-kucing tersebut datang secara alami, tertarik dengan konsep kafe yang semi-outdoor, yang memungkinkan kucing liar mampir dengan sendirinya. Mereka tidak pernah mengambil kucing dari jalan, karena khawatir kucing-kucing tersebut mungkin sudah dimiliki orang lain, sehingga membiarkan kucing-kucing datang secara sukarela.