News - Mukroni kaget saat menemui fakta bahwa beras di lapak langganannya naik sekitar Rp100-200 per kilogram. Namun, sebagai pemilik warung tegal (warteg), sudah pasti dia membeli bahan pangan pokok tersebut dalam jumlah besar.

Sehingga, kenaikan harga yang dirasanya sudah mulai terjadi sejak awal Desember 2024 ini cukup memberatkan baginya.

“Naiknya memang, kan, per kilo ya Rp100-200. Tapi kan kalau kami [beli] jumlahnya besar, kan, lumayan juga, kan, per karungnya. Kami enggak mungkin beli sekilo doang. Itu, kan, juga dampaknya lumayan gitu, kan,” kata Mukroni, saat berbincang dengan Tirto, Selasa (3/12/2024).

Kenaikan harga beras itu, menurut dia, masih akan berlanjut dan semakin tinggi ketika tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen resmi diterapkan per 1 Januari 2025. Beras memang menjadi salah satu barang yang dikecualikan dari tarif PPN bersama gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan dan sayur-sayuran.

Namun, ekosistem logistik di baliknya, seperti Bahan Bakar Minyak (BBM) tak bisa bebas dari pungutan pajak. Alhasil, berbagai bahan pangan tersebut tetap saja akan mengalami kenaikan harga.

“Artinya, kan, walaupun dalam PPN dikecualikan bahan sembako yang menjadi kebutuhan warteg, tapi kan menjadi masalah ketika ada efek dominonya. Karena yang lain pada naik, maka bahan baku juga nanti akan naik,” kata Ketua Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) itu.

Padahal, pasca pandemi Covid-19, para pengusaha warteg belum pulih-pulih amat dari keterpurukan. Rencana pemerintah untuk mengubah skema penyaluran BBM bersubsidi, yang dikhawatirkan akan membuat harga bensin golongan tertentu mengalami kenaikan menambah kekhawatiran yang bercokol di kepala Mukroni semakin besar.

Sebab, sebagai Ketua Kowantara, dia mendapat laporan sudah ada sekitar 200 usaha warteg mati karena pelemahan daya beli masyarakat. Parahnya, jumlah itu hanya didapatnya dari satu daerah saja, Jakarta Timur, belum dari sudut-sudut lain Jakarta. Tahun depan, dengan penaikan harga berbagai barang imbas penyesuaian tarif PPN dan perubahan skema BBM, dia takut keberlangsungan usaha warteg akan semakin terancam.

“Kalau misalnya (harga) bahan naik, kan, menu harganya akan kami naikkan mau enggak mau. Itu juga akan berdampak kepada pelanggan dengan daya beli belum pulih. Dan ya itu tadi income kami akan berkurang dan ekonomi rakyat bawah menjadi stagnan atau malah turun,” kata Mukroni.