News - Yealdi (56), masih belum menerima bangunan yang ia tempati di Kawasan Tambun, Bekasi, Jawa Barat, rata dengan tanah. Tak ada lagi yang tersisa di lahan miliknya yang sudah ditempati sejak 2015. Seluruh beton bangunan hancur menyisakan puing-puing. Ini terjadi setelah Pengadilan Negeri Cikarang melakukan eksekusi pengosongan lahan pada Kamis (30/1/2025), dengan menggunakan alat berat ekskavator.

Eksekusi pengosongan lahan merujuk putusan Pengadilan Negeri Bekasi dengan nomor 128/PDT.G/1996/PN.BKS tanggal 25 Maret 1997. Obyek pengosongan berupa 27 bidang tanah seluas 3.100 meter persegi yang terdiri dari rumah dan ruko di lingkungan Cluster Setia Mekar Residence 2. Dalam putusan, pihak pemenang atau pemilik tanah tersebut tertulis atas nama Nyi Mimi Jamilah.

“Iya, saya kan punya Sertifikat Hak Milik (SHM) resmi ya. SHM resmi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN). Tapi Tiba-tiba dieksekusi, begitu kan. Saya juga bingung,” ujar Yealdi kepada Tirto, Selasa (4/2/2025).

Dia bercerita, awalnya pada 2015 membeli tanah dengan luas 150 meter persegi tanpa ada masalah sama sekali. Tidak terpikir juga bahwa tanah yang ditempatinya merupakan sengketa. Sebab, pasca ia beli, sertifikat tanahnya juga langsung dikeluarkan oleh BPN. “Jadi itu ya saya anggap sudah oke kan. Karena ada SHM-nya,” imbuhnya.

Namun seiring waktu berjalan, tepatnya pada 18 Desember 2024 bangunan yang dijadikan bengkel mobil tempat usaha itu tiba-tiba diminta dikosongkan lewat surat pemberitahuan awal. Pasca pemberitahuan itu, para warga yang terdampak lainnya kemudian diajak bernegosiasi dengan perwakilan dari pemilik tanah.

Hanya saja negosiasi berjalan alot. Menurut pria yang akrab disapa Edi tersebut, pihak pemilik tanah justru meminta para korban yang status tanahnya bersengketa untuk dibayarkan ulang kembali. Hitung-hitungannya, kata dia, pemilik tanah meminta Rp2,5 juta per meternya.

Bagi yang tidak mau, maka dianggap bersedia untuk mengosongkan lahan dan dieksekusi. Sebaliknya, bagi yang minat, bangunannya tetap dipertahankan berdiri sampai ada kesepakatan atau negosiasi ulang kembali. Dan Edi memilih untuk tidak mengikuti aturan main tersebut.

“Sekarang saya nggak bisa cari nafkah lagi. Saya tadinya tinggal di situ, tidur di situ, semua di situ, usaha saya juga di situ. Lalu sudah nggak ada lagi. Saya terdampak sekali,” ujarnya seraya memasrahkan diri.

Cluster Setia Mekar Residence 2

Suasana cluster Setia Mekar Residence 2 pasca eksekusi pengosongan oleh PN Cikarang, Selasa (4/2/2025). News/Dwi Aditya Putra

Eksekusi sendiri memang belum rampung 100 persen. Masih terdapat beberapa bangunan yang kokoh berdiri termasuk hunian dan ruko yang berada di Cluster Setia Mekar Residence 2. Namun hingga saat ini, kata Edi, belum jelas statusnya apakah masih akan dilanjutkan eksekusi dan kapan eksekusi selanjutnya dilaksanakan.

“Kalau misalnya itu tanah itu bermasalah seluruhnya kan, kalau kita bicara sebuah keadilan kan harus semua kena gitu loh,” imbuhnya.

Lokasi lahan milik Edi yang sudah rata dengan tanah lebih dahulu, memang tak berjauhan dengan lokasi Cluster Setia Mekar Residence 2. Kira-kira jaraknya tak lebih dari 200 meter. Di lokasi ini sudah ada dua plang berwarna putih terpasang di pinggir jalan Setia Mekar dan persis di depan komplek cluster tersebut.

Plang tersebut bertuliskan "Tanah ini milik Mimi Jamilah, seluas 36.030 M2 berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap inkrah. Dilarang masuk tanpa izin Hj. Mimi Jamilah. Perbuatan menguasai memasuki menyewakan, merusak/menghilangkan tanda/batas pagar tanah ini diancam pidana pasal 167, 170, 385, dan 389 KUHP".

Tirto, mencoba melihat–lihat secara langsung kondisi perumahan tersebut. Kondisinya sudah sepi ditinggal para pemiliknya pascaeksekusi pengosongan pada 30 Januari 2025 lalu. Beberapa rumah juga tampak kondisinya sudah terlihat hancur. Total ada puluhan rumah dan delapan ruko dua lantai yang bermasalah.

“Ini sudah kosong semua,” ujar salah satu petugas keamanan yang enggan disebutkan namanya tersebut kepada Tirto, Selasa (4/2/2025).