News - Mahkamah Konstitusi (MK) akan mengetuk palu putusan terkait pengujian ambang batas partai politik dalam pencalonan presiden pada Kamis (2/1/2025) pukul 13.00 WIB.
Pengujian ambang batas pencalonan presiden sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum digugat oleh empat pihak, antara lain Enika Maya Oktavia dengan nomor perkara No.62/PUU-XXIl/2024. Kemudian oleh Dian Sabrina, Muhammad, Muchtadin Al Attas, Muhammad Saad dengan nomor perkara No.87/PUU-XXII/2024.
Penggugat ketiga adalah Yayasan Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT) yang dalam hal ini diwakili oleh Hadar Nafis Gumay selaku Direktur Eksekutif (Pemohon I) dan Titi Anggraini (Pemohon II) dengan nomor perkara No.101/PUU-XXII/2024. Dan terakhir adalah Gugum Ridho Saputra dengan nomor perkara No.129/PUU-XXl/2023.
Salah seorang pemohon, Titi Anggraini, mengatakan bahwa tidak ada alasan bagi MK untuk tidak mengabulkan empat permohonan tersebut. Dirinya berharap seluruh partai politik yang memiliki kursi di parlemen dapat mengusung sendiri calon presidennya.
"Mestinya tidak ada alasan bagi MK untuk tidak mengabulkan permohonan kami, yaitu agar setiap partai politik yang punya kursi di parlemen dapat mengusulkan sendiri calonnya di Pilpres," kata Titi saat dihubungi Tirto, Kamis (2/1/2025).
Dia mengingatkan kepada para hakim MK bahwa sebelumnya telah ada putusan penghapusan ambang batas pencalonan kepala daerah yang diharapkan dapat diterapkan untuk pencalonan presiden.
"Pola seperti itu misalnya sudah pula diakomodir MK dalam Putusan tentang verifikasi parpol peserta pemilu No.55/PUU-XVIII/2020," kata Titi.
Titi berharap dengan putusan tersebut, partai politik di DPR juga membuat aturan agar partai politik di luar parlemen bisa ikut mengusung calon presiden dengan batas khusus.
"Serta pembentuk UU merumuskan angka ambang batas khusus bagi parpol peserta pemilu yang tidak punya kursi di parlemen untuk bisa ikut dalam pencalonan presiden," katanya.
Menurutnya, dengan setiap partai politik bisa mencalonkan presiden tanpa harus tersangkut norma presidential threshold 20 persen dapat memberikan keadilan dan kesetaraan bagi seluruh partai politik.
"Ketentuan itu lebih menjamin keadilan dan kesetaraan perlakuan bagi semua partai politik peserta pemilu, baik parpol parlemen ataupun non parlemen karena sama-sama memiliki akses kepada pencalonan pilpres meski dengan pola yang berbeda," katanya.
Terkini Lainnya
Artikel Terkait
DPR Panggil Mendagri Tito Imbas Pelantikan Kepala Daerah Diundur
Pramono Anung Ogah Ambil Pusing soal Pelantikan Gubernur Ditunda
Kepala Daerah Tunda Dilantik, Jabatan Pj Diminta Diperpanjang
DPR akan Gelar Rapat Ulang Jadwal Pelantikan Kepala Daerah
Populer
Kehadiran Fly Jaya dan Masa Depan Bisnis Penerbangan Indonesia
KPK Tak Ingin Penyelidikan Kasus Pagar Laut Sama dengan Kejagung
Alasan Pemerintah Melarang Pengecer Jual Gas LPG 3 Kilogram
Terdakwa Rasuah DJKA Akui Atur Lelang Demi Danai Kampanye Jokowi
Skandal Korupsi Pabrik Gula Ancam Keberhasilan Swasembada 2027
Peluang Cuan bagi Indonesia dari Perang AI DeepSeek vs ChatGPT
Prabowo Minta Pelantikan Kepala Daerah Diundur, Ini Alasannya
Belum Siap, Pemerintah Kembali Menunda Pemindahan ASN ke IKN
Flash News
Polisi Tangkap 56 Orang Terkait Dugaan Pesta Seks di Jaksel
Hampir 50 Persen Kuota Haji Khusus 2025 Telah Terpenuhi
PBNU Sebut 5 Juta Santri Akan Terima MBG, Minta Tak Ada Terlewat
Pelaku Penusuk Pria di Ciracas Kabur Membawa Istri Korban
Ombudsman: DKP Banten Lakukan Maladministrasi Kasus Pagar Laut
1 Anggota Brimob Terlibat Kasus Aniaya Supir Bus Asal Sumbar
Polisi Malaysia Tangkap 1 WNI Terkait Kasus Penembakan oleh APMM
Warga Antre Beli Gas LPG 3 Kg Sampai Bikin Macet di Tangsel
Kata Polri soal Kapolres Labuhanbatu Terima Setoran Bandar Sabu
Rapat di DPR, Mendagri Jamin Dana Bantuan Parpol Tak Dipotong
PKL Teras Malioboro Aksi Tagih Janji Audiensi, Apa Tuntutannya?
Tito Sebut Prabowo Atensi soal Kondisi Kelayakan Toilet Sekolah
Kejagung: Aliran Dana Ilegal via Kripto pada 2024 Capai Rp1,3 T
Puluhan Dosen ISI Yogyakarta Demonstrasi Tuntut Pencairan Tukin
KPK: Penanganan Kasus Korupsi LPEI Tak Berbenturan dengan Polri