News - "Iya itu pagar tuh, gimana, sih? Punya siapa itu?” tanya Muhammad Ja’i, seorang nelayan, saat kami temui di Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang.

Kami, dua reporter Tirto, berangkat menuju kawasan pesisir laut Kabupaten Tangerang untuk menelusuri lebih lanjut keberadaan pagar laut misterius yang ditemukan sepanjang 30,16 kilometer. Berdasarkan keterangan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pagar laut itu membentang meliputi enam kecamatan di Kabupaten Tangerang, yakni Kecamatan Kronjo, Kecamatan Kemiri, Kecamatan Mauk, Kecamatan Sukadiri, Kecamatan Pakuhaji, dan Kecamatan Teluknaga.

Pagar laut ini disebut misterius karena hingga kini belum ada keterangan resmi yang menyebutkan siapa pemilik pagar. Padahal, masyarakat setempat sudah melaporkan adanya pagar misterius ini sejak Juni 2024 lalu.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Banten, Eli Susiyanti, melaporkan bahwa pihaknya telah menerima laporan sejak Juni 2024 dan melakukan inspeksi lapangan pada September 2024 untuk mencari solusi.

Namun, sampai saat ini masyarakat setempat masih kebingungan mencari tahu siapa sebenarnya dalang di balik pemasangan pagar yang kini mengganggu aktivitas mereka tersebut.

Pagar Laut Tangerang

Penampakan pagar laut yang terbuat dari bambu setinggi enam meter di kawasan Pulau Cangkir, Kecamatan Kronjo, Kabupaten Tangerang. News/Andhika Krisnuwardhana

Bagaimana Pagar itu Dipasang?

Setelah menempuh perjalanan dengan sepeda motor selama satu setengah jam, kami akhirnya tiba di Desa Tanjung Anom, Kecamatan Mauk, Kabupaten Tangerang.

Kami tidak sengaja berhenti di sebuah warung yang berada di bibir pantai Tanjung Kait. Akses menuju warung ini tidak mudah. Kami harus merelakan sepatu kami dilumuri lumpur akibat jalan yang basah karena hujan beberapa hari sebelumnya.

Dari kejauhan, kami sudah bisa melihat keberadaan pagar laut itu. Kami sempat bertanya kepada seorang ibu-ibu yang tengah mencari kerang di pinggir pantai perihal pagar itu.

“Kalau mau tanya-tanya, tanya ke Pak Nasrul (nama samaran) aja,” katanya seraya menunjuk posisi warung sekaligus rumah Nasrul.

Kami langsung menghampiri warung tersebut. Nasrul lalu keluar menyapa kami. Ia adalah seorang mantan petugas keamanan yang pernah ditugaskan menjaga lahan seluas sembilan hektar milik salah satu Perseroan Terbatas (PT) yang terdapat di wilayah tersebut. Kini, Nasrul hanya bekerja sebagai penjaga warung.

Menurut penuturan Nasrul, ia terpaksa berhenti dari pekerjaannya setelah perusahaan tempat dulu ia bekerja tidak lagi beroperasi setelah lahannya dibeli oleh pihak pengembang Agung Sedayu Group.

“Ya, orang tanah-tanah ini sudah dijual. Sudah dibayarin sama Agung Sedayu. Pesisir pantai pokoknya dibayarin semua, dijual,” tutur Nasrul.

Kami bertanya, kapan tanah-tanah ini dibeli oleh Agung Sedayu Group?

“Kalau tanah ini, tahun 2023, kemarin. Bulan Januari,” jawab Nasrul.