News - Keberadaan pagar laut misterius sepanjang 30,16 kilometer (km) di pesisir Tangerang, Banten menyisakan tanda tanya besar. Hingga kini belum ada pihak yang mengklaim memiliki dan membangun barisan bambu tersebut. Otoritas Banten dan pemerintah pusat bahkan mengaku tak mengeluarkan izin atas pemagaran laut tersebut.

Tim gabungan Polisi Khusus (Polsus) Kelautan Ditjen PSDKP serta Dinas Kelautan dan Perikanan Banten sejauh ini sudah melakukan investigasi di desa dan kecamatan sekitar lokasi pemagaran laut sejak September 2024. Investigasi dilakukan dengan pengambilan foto udara atau drone pemagaran laut dimulai dari Desa Margamulya sampai dengan Desa Ketapang. Kemudian dilanjutkan dari Desa Patra Manggala sampai dengan Desa Ketapang.

Hasil analisis drone menunjukkan pagar dibangun menggunakan cerucuk bambu yang membentang sejauh 700 meter dari garis pantai, dengan kondisi dasar perairan berupa pasir dan puing-puing (rubble). Pagar laut ini pun dipastikan tidak memiliki izin Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL), sebagaimana dipersyaratkan oleh hukum. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pemasangan pagar dilakukan secara ilegal.

"Saat ini kita hentikan kegiatan pemagaran sambil terus dalami siapa pelaku yang bertanggung jawab atas kegiatan ini,” ujar Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP), Pung Nugroho Saksono, dalam keterangannya, Kamis (9/1/2025).

Staf Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Bidang Hubungan Masyarakat dan Komunikasi Publik, Doni Ismanto Darwin, mengatakan pemagaran ruang laut ini adalah tindakan melanggar aturan, terutama dilakukan tanpa mengantongi izin. Tindakan ini dapat mengganggu akses publik, privatisasi, merusak keanekaragaman hayati dan terjadinya perubahan fungsi ruang laut.

"Larangan pemagaran laut ini bahkan tidak hanya berlaku di Indonesia, tapi juga di level internasional karena tidak sesuai dengan praktek United Nations Convention on the Law of the Sea atau UNCLOS 1982, yaitu perjanjian internasional yang mengatur hukum laut," jelas Doni.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Muhammad Isnur, mengamini bahwa pemagaran laut di pesisir Tangerang, Banten, adalah bentuk pelanggaran hukum. Kegiatan ini bahkan potensial juga merupakan tindakan pidana.

"Jadi harusnya kepolisian atau polair dan KKP segera melakukan penyelidikan dan penyidikan atas dugaan dugaan pelanggaran atau kejahatan pidana ini. Karena dia merusak laut. Dia menghalangi orang atau nelayan untuk mencari ikan dan lainnya," kata Isnur kepada Tirto, Jumat (10/1/2025).

Pemagaran laut di pesisir Tangerang

Pagar laut terpasang di kawasan pesisir Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (9/1/2025). ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/rwa.

Pemerintah Indonesia sendiri, kata Isnur, telah menjadikan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut sebagai persyaratan dasar perizinan berusaha untuk kegiatan yang dilakukan di laut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023.

Hal ini selaras dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2021 yang menyebutkan syarat untuk mendapatkan perizinan berusaha berbasis risiko meliputi kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang, persetujuan lingkungan, persetujuan bangunan gedung, dan sertifikat laik fungsi.

Pemanfaatan ruang dari perairan pesisir wajib dilakukan sesuai dengan rencana tata ruang dan atau rencana zonasi. Setiap orang yang melakukan pemanfaatan ruang wajib memiliki kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut dari pemerintah pusat.

Sementara itu, pemberian kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut wajib mempertimbangkan kelestarian ekosistem perairan pesisir, masyarakat, nelayan tradisional, kepentingan nasional dan hak lintas damai bagi kapal orang asing.

"Tidak bisa diam saja, KKP jangan lepas tangan. Harus bergerak," tegas Isnur.

Karena bagi Isnur, pemasangan pagar laut dapat memberikan dampak serius terhadap lingkungan dan kehidupan masyarakat. Dampak pertama yang mencuat adalah kerusakan ekosistem laut, di mana ikan, kura-kura, dan berbagai makhluk laut lainnya terancam. Ini karena pagar yang dipasang menghalangi pergerakan mereka, bahkan merusak habitat mereka yang sangat bergantung pada kebebasan di perairan.

Selain itu, pemagaran laut juga berpengaruh pada kehidupan nelayan setempat. Para nelayan kesulitan untuk melakukan aktivitas mereka, seperti mencari ikan, karena pergerakan mereka yang terbatas. Hal ini bisa memutus mata rantai kehidupan mereka yang bergantung pada hasil laut.

Maka, dalam menghadapi permasalahan ini, KKP diminta untuk segera mengambil langkah konkret agar dampak tersebut tidak semakin meluas dan merugikan berbagai pihak.