News - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melalui Surat Edaran (SE) Nomor 19/SEOJK.05/2023 tentang Penyelenggaraan Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi mengumumkan bakal mengatur batas usia penerima dana (borrower) Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI) atau pinjaman daring (pindar) dan Buy Now Pay Later (BNPL) atau Beli Sekarang Bayar Nanti adalah minimal 18 tahun atau sudah menikah. Kemudian, dalam SEOJK tersebut regulator juga mengatur penghasilan minimum pengguna paylater adalah Rp3 juta per bulan.

“Kewajiban pemenuhan atas persyaratan/kriteria pemberi dana dan penerima dana dimaksud efektif berlaku terhadap akuisisi pemberi dana dan penerima dana baru, dan/atau perpanjangan, paling lambat tanggal 1 Januari 2027,” kata Pelaksana Tugas Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK, Ismail Riyadi, dalam keterangannya, dikutip Jumat (3/1/2025).

Dia melanjutkan, pengaturan skema paylater ini disusun dengan harapan dapat menguatkan perlindungan konsumen dan masyarakat terhadap potensi terjadinya jebakan utang (debt trap) bagi pengguna skema BNPL. Apalagi, sampai saat ini masih ada pengguna paylater yang belum mendapat edukasi dan literasi yang cukup mengenai produk dan layanan keuangan ini.

Pada saat yang sama, aturan batas usia dan penghasilan pengguna paylater ini juga diharapkan bisa mengembangkan dan memperkuat industri Perusahaan Pembiayaan (PP) BNPL.

“Selanjutnya, Perusahaan Pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan BNPL harus menyampaikan notifikasi kepada nasabah/debitur mengenai perlunya kehati-hatian dalam penggunaan BNPL, termasuk pencatatan transaksi debitur di dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK),” tegas Ismail.

Meski ditetapkan bakal mulai berlaku per 1 Januari 2027, namun OJK masih dapat melakukan peninjauan kembali terhadap aturan-aturan ini. Dengan pertimbangan antara lain, kondisi perekonomian, stabilitas sistem keuangan dan perkembangan industri PP BNPL nasional.

“Dalam rangka meningkatkan kualitas pendanaan, menciptakan ekosistem industri yang tumbuh sehat, efisien dan berkelanjutan, perlindungan konsumen/masyarakat, serta meminimalisir potensi risiko hukum dan reputasi bagi pelaku industri LPBBTI, maka dipandang perlu untuk melakukan penguatan pengaturan mengenai LPBBTI,” sambung Ismail.

Menanggapi hal ini, Head of Corporate Affairs GoTo Financial, Audrey Petriny, mengatakan, pihaknya akan mendukung penuh kebijakan yang dirilis OJK ini. Dia pun optimistis, kebijakan ini dirilis untuk mewujudkan ekosistem industri BNPL yang sehat dan berkelanjutan.

“Sejak awal, kami berkomitmen untuk selalu mengedepankan prinsip kehati-hatian dan transparansi dalam layanan yang kami berikan. Dalam hal layanan GoPay Later, kami mengedepankan komunikasi yang transparan dengan konsumen. Seluruh persyaratan ditampilkan dengan jelas, dan tidak ada biaya tersembunyi,” katanya, kepada Tirto, Jumat (3/1/2025).

Pertumbuhan kredit paylater Indonesia

Nasabah mengakses layanan aplikasi penunda pembayaran (paylater) di Kota Serang, Banten, Kamis (12/9/2024). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat kredit pembiayaan Buy Now Pay Later (BNPL) atau pay later pada perbankan periode Juli 2024 tumbuh sebesar 36,66 persen secara tahunan (yoy) menjadi Rp 18,01 triliun dengan jumlah rekening mencapai 17,90 juta. ANTARA FOTO/Muhammad Bagus Khoirunas/Spt.

Selain itu, selama ini GoTo Financial juga telah memberikan pinjaman berdasarkan kemampuan pengguna dan selalu mengajak pengguna untuk menggunakan fitur GoPay Later sesuai kebutuhan. Pun, secara rutin Audrey mengaku, pihaknya juga menyelenggarakan program edukasi untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat, sehingga diharapkan tak terjadi jebakan hutang di kalangan pengguna GoPay Later.

“Kami akan terus berdialog dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), serta pelaku industri lainnya untuk memberikan masukan dalam menciptakan industri yang sehat,” tambahnya.

Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi Wiratno, menilai, di tengah tingginya pertumbuhan paylater, tak heran jika OJK memberikan batasan ketat untuk melindungi konsumen dan industri.

Berdasar catatan OJK per Oktober 2024, piutang pembiayaan oleh PP BNPL mencapai Rp8,41 triliun atau tumbuh 63,89 persen secara tahunan (year on year/yoy), dengan rasio kredit bermasalah (Non Performing Financing/NPF) gross sebesar 2,76 persen, naik dari periode September 2024 yang masih sebesar 2,60 persen. Sementara baki debet kredit pay later perbankan per Oktober 2024 tercatat sebesar Rp21,25 triliun atau tumbuh 47,92 persen yoy, dengan total jumlah rekening mencapai 23,27 juta.

“Selama ini kan dilaporkan oleh pelaku usaha (NPF meningkat), tapi masih controllable, masih oke, masih batasnya, masih toleransi. Tapi ya tentu sebagai regulator, walaupun sih dia (OJK) mungkin melihat, ada nggak ini tren kenaikan?” kata Suwandi, saat dihubungi Tirto, Jumat (3/1/2025).

NPF gross paylater untuk perusahaan pembiayaan tersebut, meski mengalami kenaikan juga masih jauh lebih rendah dari ambang batas NPF yang ditetapkan OJK, yakni secara netto di level 5 persen. Sama halnya pelaku usaha lainnya, para pemilik perusahaan pembiayaan tidak ingin usaha yang didirikannya jatuh karena tingkat gagal bayar pengguna paylater.

Karenanya, selama ini PP yang memiliki layanan BNPL telah meramu syarat terbaik yang dapat diberikan kepada masyarakat sebelum menjadi pengguna layanan mereka. Sebagai contoh, untuk menjadi pengguna GoPay Later, masyarakat harus berusia 18-65 tahun yang ditunjukkan dengan foto e-KTP atau KTP elektronik. Selain itu, meskipun tidak tercantum batas minimum, namun GoTo Financial mensyaratkan para penggunanya untuk memiliki penghasilan tiap bulan untuk dapat menjadi pengguna GoPay Later.

Sementara Tokopedia, pengguna hanya dapat mengakses Tokopedia Paylater jika telah berusia 21-50 tahun dan telah bekerja selama minimal 3 bulan. Sedangkan untuk mengakses paylater yang disediakan oleh perbankan seperti Bank Mandiri (Persero) melalui Livin’ Paylater by Mandiri juga diharuskan telah memenuhi batas usia 18-65 tahun.

“Maka itu pasti kedua-duanya ini dari baik pelaku usaha (maupun OJK) juga sangat hati-hati. Karena tujuan mereka mendirikan usaha itu tujuannya untuk mengejar (keuntungan), tidak berakhir dengan banyaknya gagal bayar,” tambah Suwandi.