News - Wacana penerapan sertifikasi halal untuk angkutan transportasi logistik atau truk menjadi polemik baru. Kebijakan yang merupakan bagian dari implementasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (UU JPH) ini justru dinilai akan memberatkan pengusaha angkutan barang logistik dan konsumen.

UU Nomor 33/2014 memang menyebutkan bahwa produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, termasuk lingkup jasa. Sertifikat halal untuk jasa yang dimaksud juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) 39 Tahun 2021 dalam Pasal 135 meliputi layanan usaha terkait dengan penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, distribusi, penjualan, dan penyajian.

Sertifikasi halal bagi jasa logistik ini nantinya akan menjadi jaminan agar produk halal tetap terjaga kehalalannya selama proses transportasi, penyimpanan, dan distribusi. Dengan adanya sertifikasi halal pada logistik, traceability jalur distribusi, transportasi, dan penyimpanan diharapkan bisa mudah dikelola dengan baik oleh pelaku usaha.

Namun alih-alih menjamin produk halal, wacana tersebut justru dikeluhkan oleh Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Truk Indonesia (Aptrindo), Gemilang Tarigan. Dia meminta pemerintah mengkaji betul pengenaan sertifikasi halal bagi angkutan transportasi logistik seperti truk. Sebab, wacana ini akan menjadi beban baru bagi pengusaha, terutama pada anggota asosiasinya.

“Kami belum siap minta ditunda dan [sertifikasi halal] mahal,” ujar Gemilang kepada Tirto, Senin (2/9/2024).

Ketua Institut Studi Transportasi (Instran), Darmaningtyas, justru mengaku heran dengan kebijakan pemerintah yang ingin mengimplementasikan sertifikasi halal bagi angkutan truk logistik. Kebijakan ini menurutnya akan sangat sulit diimplementasikan di lapangan, terutama mengenai kriteria mana yang akan diwajibkan.

“Apakah truk-truk yang baknya ditulisi ‘Kutunggu Jandamu’ misalnya itu tidak boleh lagi? Kalau tidak boleh betapa gersang hidup ini, karena kata-kata dalam bak-bak truk tersebut menjadi hiburan pengguna jalan lainnya,” ujar dia kepada Tirto, Senin (2/9/2024).

Sertifikasi halal truk logistik, lanjut Darmaningtyas, pada akhirnya juga dapat menambah biaya logistik. Sehingga tarif logistik nasional makin tidak kompetitif. “Jadi harap batalkan kebijakan sertifikasi halal truk,” tegas dia.

Pengamat Transportasi dan Tata Kota sekaligus Dosen Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, melihat wacana yang tertuang dalam UU 33/2024 dan PP 39/2021 tersebut belum cukup jelas. Karena menjadi pertanyaan mendasar pertama logistik halal itu barangnya atau transportasinya dalam hal ini truk-nya.

“Jadi angkutan itu yang dikategorikan bersih tidak membawa yang haram seperti babi dan najis. Itu kan perlu jelas atau memang ada sertifikasi diberikan kepada jenis kendaraan seperti ini," kata dia saat dihubungi Tirto, Senin (2/9/2024).