News - Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri bakal memberlakukan sistem tilang dengan menggunakan poin pada Surat Izin Mengemudi (SIM). Melalui sistem ini, poin tersebut nantinya akan diakumulasi dan dimasukkan ke dalam data SIM pengendara. Dus, jika pengendara melakukan banyak pelanggaran, ia akan terancam kehilangan izin kepemilikan SIM.

“Ini Januari (2025) sudah berlaku, terbit traffic record-nya. Artinya sesuai dengan regulasi yang ada, dengan Perpol (Peraturan Polri) yang ada itu diberlakukan point merit system. Nantinya para pelanggar lalu lintas maupun yang terlibat lalin itu akan dikurangi poinnya,” kata Kakorlantas Polri, Irjen Aan Suhanan, dalam keterangan yang diterima Tirto, Rabu (8/1/2025).

Dalam implementasi sistem ini, akan ada 12 poin dalam satu SIM dan akan berlaku selama 12 bulan atau satu tahun. Kemudian, saat seorang pemilik SIM melakukan pelanggaran ringan, ia bakal kehilangan 1 poin dan 3 poin untuk melakukan pelanggaran sedang.

“Bila melakukan pelanggaran berat, itu akan dikurangi 5 poin. Apabila melakukan kecelakaan, meninggal dunia, itu 12 poin,” jelas Aan.

Kemudian, jika poin telah terakumulasi hingga 12 atau bahkan melebihi dan mencapai 18 poin dalam satu tahun, Korlantas akan langsung menarik atau melakukan blokir sementara pada SIM pengendara. Sedangkan bagi pengendara yang melakukan tabrak lari, izin kepemilikan SIM akan langsung dicabut secara permanen.

Aturan anyar ini akan memberikan efek jera bagi pengemudi yang tidak taat dengan aturan. Sebab, pada saat mengajukan izin perpanjangan, akumulasi poin akan menjadi salah satu yang bakal menjadi pertimbangan.

“Di situ mendapatkan poin, generate point system, nantinya akan diintegrasikan dengan penerbitan SIM," kata Aan dalam keterangan resmi, dikutip Selasa (7/1/2025).

Selain terdata dalam SIM, rekam jejak pelanggaran juga bakal terintegrasi dengan Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK). Terkait hal ini, sebelum SKCK diterbitkan, akan ada berapa kali pengendara melakukan pelanggaran lalu lintas dan terlibat dalam kecelakaan lalu lintas.

Polisi tilang pengendara penerobos jalur TransJakarta

Polisi menilang pengendara yang menerobos jalur Bus TransJakarta di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Rabu (19/6/2024). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/YU

Data perolehan poin pengendara ini akan dijadikan sebagai basis data terhadap perilaku berkendara atau berlalu lintas. Ini akan menjadi upaya menertibkan perilaku pengemudi di jalan raya hingga dapat mengurangi angka kecelakaan. Apalagi, pada 2025 Korlantas memiliki target untuk menjadikan tingkat indeks keselamatan berlalu lintas di kisaran angka 9.

“Sekarang masih mungkin kalau lihat penurunannya 26.839 (jumlah kecelakaan), kemudian ada di angka 10. Setiap 100 penduduk itu ada 10 korban kecelakaan. Kemudian luka berat naik 1 persen, luka ringan naik 2 persen. Untuk perhubungan materil, ini bisa kita lihat ya, ada penurunan 1 persen,” tambah Aan.

Tian Pardamean, pria 31 tahun menilai, kebijakan tilang anyar ini tidak mungkin akan mengurangi pelanggaran lalu lintas, selama polisi masih tidak tegas dan mudah 'berdamai' dengan para pelanggar. Pun, ketika SIM diblokir sementara atau bahkan dicabut permanen, tidak akan ada menjamin pelanggar tidak akan lagi membawa kendaraannya.

"Toh hampir tidak mungkin juga polisi akan memeriksa setiap orang, satu per satu. Jadi ini sebenarnya hanya lagaknya seperti inovasi," kata dia, kepada Tirto, Rabu (8/1/2015).

Tian menduga, meski kebijakan tilang poin sudah diberlakukan, Korlantas akan tetap memberlakukan tilang konvensional dengan menempatkan polisi lalu lintas selama 24 jam. Bahkan, menurutnya juga masih banyak celah damai antara pelanggar dengan polisi lalu lintas dalam pelanggaran atau bahkan kecelakaan lalu lintas.

Alih-alih membuat sistem anyar, akan lebih baik jika Korlantas membenahi sistem tilang eksisting, yakni Tilang elektronik atau Electronic Traffic Law Enforcement (ETLE) yang sampai saat ini belum berjalan secara efektif untuk mengurangi pelanggaran lalu lintas.

“Sistem tilang apapun seharusnya diimbangi dengan langkah konvensional dengan penempatan polisi lalu lintas tidak bergantung pada digital saja, teknologi seharusnya membantu bukan mengambil peran itu sepenuhnya. Jika tetap ingin demikian berarti polisi lalu lintas tidak diperlukan lagi,” sambungnya.