News - "Saya hampir tidak mengharapkan apa-apa saat kami mendekatinya, namun saya melihat lebih banyak di sana daripada di tempat lain. Berkendara melintasi ladang, kami meninggalkan desa di sebelah kanan. Di depan padang alang-alang yang luas, kami melihat dua bukit. Kami turun dari kuda dan melanjutkan berjalan kaki melintasi padang pasir yang tinggi. Kami mendekati sebuah bukit dan mendakinya. Menerobos semak-semak dan hutan, kami segera menemukan diri berada di atas puncak Tjandi, namun tetap saja tidak melihat apa pun yang dapat menarik perhatian."

Itu cerita Jan Frederik Gerrit Brumund kala berkunjung dan menemukan kembali Candi Plaosan di kawasan Prambanan yang dikutip dari Indiana: Verzameling van stukken van onderscheiden aard, over Landen, Volken, Oudheden en Geschiedenis van den Indischen Archipel Jilid II (1854).

Plaosan tidak tercatat pada laporan Kolonel Colin Mackenzie tentang sejumlah candi di kawasan Prambanan. Maka tidak heran jika catatan tentang Plaosan tidak dijumpai dalam History of Java-nya Thomas Stamford Raffles. Sebuah fakta yang unik, mengingat melalui buku tersebut, sebenarnya Raffles berupaya mengumpulkan data tentang Jawa.

Catatan Abad ke-19

Kunjungan Brumund bukan yang pertama. Sebelumnya, J. Munnich pernah berkunjung ke candi ini. Ia mencatatnya dalam Eenige bijdragen to het onderzoek der oudheden op Java yang terbit dalam Indisch Magazijn (1845). Hanya saja deskripsi lengkapnya ada pada catatan Brumund.

"Candi Plaosan berada pada kondisi hampir runtuh dan tidak terawat. Kondisinya menyerupai sebuah bukit yang ditumbuhi sejumlah pohon dan alang-alang. Tumbuhan tersebut menjadi kamuflase dari keberadaan candi ini," tulis Brumund.

Menarik melihat cara Brumund dalam menulis. Mengingat ia bukan seorang arkeolog, melainkan pendeta yang bertugas di Surabaya dan tertarik pada budaya Jawa. Brumund memang sempat tinggal Vorstenlanden selama 5 tahun setelah perang Jawa. Vorstenlanden adalah wilayah yang berada di bawah kekuasaan empat monarki pecahan Kesultanan Mataram, yakni Surakarta, Yogyakarta, Mangkunegaran, dan Pakualam.

Selain Munnich dan Brumund, J.W. Ijzerman dan R.D.M Verbeek juga sempat mengunjungi dan mencatat kondisi Candi Plaosan. Kunjungan Ijzerman dilakukan ketika masih menjabat sebagai KetuaArcheologische Vereeniging. Kunjungan ini direkam dalamBeschrijving der Oudheden nabij de grens der residenties Soerakarta en Djogdjakarta yang terbit pada 1891. Ijzerman memuji sekaligus melakukan sejumlah koreksi pada tulisan Brumund.

Ijzerman melihat kondisi Plaosan sudah banyak yang runtuh, salah satunya mungkin disebabkan gempa bumi pada 1867. Namun, kondisi candi relatif sudah lebih bersih. Batu prasasti yang disebut Brumund tertancap di antara jalan menuju candi sudah hilang. Ijzerman juga membuat denah dan sketsa sejumlah ragam hias yang ada pada Candi Plaosan.

Kunjungan Verbeek pada 1889 melaporkan kondisi yang tidak jauh berbeda dengan IJzerman. Tulisannya yang berjudul "Oudheden Van Java" dimuat dalam Verhandelingen Van Het Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen yang terbit pada 1891. Catatannya menambahkan keterangan bahwa batu prasasti yang disebut Brumund sudah dibawa ke Museum Batavia.