News - Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menegaskan deflasi yang terjadi sejak Maret-Agustus 2024 bukan karena penurunan daya beli masyarakat, sebab melemahnya daya beli akan tercermin dalam inflasi inti.

Dalam catatan Badan Pusat Statistik (BPS), pada Agustus 2024 tingkat inflasi komponen inti sebesar 2,02 persen secara tahunan (year on year/yoy). Sedangkan secara bulanan (month to month/mtm), inflasi inti tercatat sebesar 0,20 persen dan 1,52 persen secara tahun kalender (year to date/ytd).

"Kalau lihat dari core inflasinya, masih positif, mungkin bukan dari situ [penurunan daya beli]. Kalau deflasi berasal dari [penurunan] harga pangan memang diupayakan oleh pemerintah," ujar Sri Mulyani kepada awak media di Gedung Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Jakarta, Senin (2/9/2024).

Sebaliknya, deflasi Agustus 2024 terjadi karena deflasi pada kelompok harga pangan bergejolak (volatile food), seiring dengan penurunan harga berbagai komoditas pangan seperti bawang merah, daging ayam ras, tomat, dan telur ayam ras. Pada Agustus 2024, kelompok volatile food mengalami deflasi sebesar 1,24 persen dan memberikan andil sebesar 0,02 persen terhadap total deflasi.

Meski deflasi ini menunjukkan hal baik, namun Sri Mulyani tidak ingin lengah dan akan tetap mewaspadai tingkat deflasi dan inflasi nasioal.

"Kita akan tetap waspada. Kalau core inflasinya masih cukup bagus masih tumbuh ya itu oke," sambungnya.

Sebelumnya, Deputi Bidang Distribusi dan Jasa BPS, Pudji Ismartini, melaporkan secara bulanan terjadi deflasi pada Agustus 2024 sebesar 0,03 persen secara bulanan (month to month/mtm). Pada periode ini, indeks harga konsumen (IHK) mengalami penurunan dari 106,09 pada Juli 2024 menjadi 106,06 Mei 2024.

Sementara secara tahunan (year on year/yoy), terjadi inflasi sebesar 2,12 persen dan inflasi sebesar 0,87 persen secara tahun berjalan (year to date/ytd).

"Deflasi bulan Agustus 2024 ini lebih rendah dibanding Juli 2024 dan merupakan deflasi keempat pada tahun 2024,” katanya dalam rilis Berita Resmi Statistik (BRS) Agustus 2024 di Jakarta, Senin (2/9/2024).

Kelompok pengeluaran penyumbang deflasi terbesar antara lain makanan, minuman, dan tembakau dengan deflasi 0,52 persen, dengan andil 0,15 persen dari total deflasi. Kemudian, komoditas penyumbang utama inflasi adalah bensin dan cabai rawit dengan andil masing-masing 0,13 persen, kopi bubuk dan emas perhiasan dengan andil masing-masing 0,02 persen.

Lalu beras dan sigaret kretek mesin (SKM), serta ketimun dengan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen. Komoditas lain yang juga menjadi penyumbang inflasi berasal dari kelompok pendidikan, dengan andil 0,04 persen atau mengalami inflasi 0,65 persen.

“Biaya sekolah dasar atau SD, biaya kuliah perguruan tinggi, biaya sekolah menengah pertama memberikan andil inflasi masing-masing sebesar 0,01 persen.” kata Pudji.