News - Kesepakatan koalisi untuk Pilkada 2024 di sejumlah wilayah berpotensi goyang usai terbitnya Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 60/PUU-XXII/2024 soal syarat pencalonan calon kepala daerah (cakada). Putusan MK yang terbit pada Selasa (20/8/2024) itu menyatakan tidak berlakunya syarat ambang batas pencalonan cakada sebesar 20 persen kursi DPRD atau 25 persen suara sah hasil pemilu.

MK memutuskan bahwa Pasal 40 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada tersebut inkonstitusional bersyarat. Sebagai gantinya, MK menetapkan bahwa syarat pencalonan cakada untuk pemilihan Gubernur serta Bupati/Wali Kota bagi partai politik (parpol) atau gabungan parpol pengusung cukup dengan memperoleh 6,5 persen sampai 10 persen suara sah pada pemilu sebelumnya.

Rentang persentase perolehan suara sah tersebut tergantung pada jumlah pemilih di Daftar Pemilih Tetap (DPT). Lebih lanjut, parpol atau gabungan parpol yang tidak memiliki kursi di DPRD juga boleh mengusung pencalonan cakada. Putusan ini tentu saja memudahkan syarat ambang batas bagi partai politik pengusung sekaligus menyamakan ambang batas pencalonan.

Daerah-daerah itu ada koalisi-koalisi yang tadinya sudah terbentuk. Kemudian karena syarat [MK] ini, akhirnya mungkin kesepakatan itu enggak bisa dijalankan,” ujar Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, dalam konferensi pers di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/8) malam.

Menurut Ketua Harian DPP Partai Gerindra itu, Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 itu tidak hanya memberi dampak kepada Koalisi Indonesia Maju (KIM) saja, melainkan juga partai-partai lain di luar KIM.

Jadi, yang sudah dikelola oleh masing-masing partai ini kemudian bisa menjadi terganggu,” kata Dasco.

Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 sempat berpotensi dianulir oleh DPR melalui revisi UU Pilkada. Untunglah, berkat protes dan tekanan kuat dari rakyat, revisi UU Pilkada tersebut urung disahkan dan Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tetap berlaku.