News - Aksi unjuk rasa terjadi di sejumlah daerah di Indonesia hingga awal pekan ini. Demonstrasi yang dilakukan elemen mahasiswa, buruh, pelajar, hingga masyarakat sipil lain ini mulanya dipicu rencana pemerintah dan DPR merevisi UU Pilkada. Namun, setelah agenda revisi tersebut akhirnya batal akibat gelombang protes rakyat, demonstrasi tetap berlangsung sebagai respons kondisi demokrasi dan konstitusi Indonesia yang ‘dibegal’ para elite.

Selain di Jakarta, unjuk rasa susulan terjadi di Bandung, Semarang, Yogyakarta, Samarinda, hingga Makassar. Seraya konsolidasi gerakan masyarakat sipil untuk bersuara terus datang, bersama itu pula tindakan brutal aparat keamanan merespons unjuk rasa berulang terjadi.

Polisi tak segan-segan memukul mundur massa aksi dengan tindakan represif. Lontaran gas air mata, pukulan rotan, hingga tembakan meriam air (water cannon) jadi pemandangan horor setelah unjuk rasa masyarakat sipil diawali dengan kondusif.

Di Semarang misalnya, tindakan represif polisi menyasar peserta aksi Gerakan Rakyat Jawa Tengah (Jateng) Menggugat (GERAM) yang berunjuk rasa di Gedung DPRD Kota Semarang, Jawa Tengah, Senin (26/8/2024) malam. Tim pendamping hukum GERAM menyatakan sedikitnya ada 33 peserta aksi yang harus dilarikan ke rumah sakit karena pembubaran paksa oleh polisi.

Peserta aksi ditembaki gas air mata, disemprot meriam air, serta dipukul dan ditangkap saat pembubaran. Tim pendamping hukum GERAM melaporkan ada seorang peserta aksi yang tertembak peluru karet di bagian kaki. Beberapa massa aksi juga dilaporkan bocor di kepala.

Gas air mata yang berulang ditembakan polisi di tengah kota, juga berimbas ke pemukiman serta berdampak terhadap anak-anak yang hendak mengaji. Kontributor Tirto mendatangi pemukiman warga dan berhasil mendapatkan konfirmasi terkait gas air mata yang sampai berdampak ke wilayah mereka tinggal.

Kendati demikian, respons dari pihak kepolisian atas tindakan represif ini amat disayangkan. Polda Jateng menyatakan efek dari tembakan gas air mata tidak berbahaya dan hanya akan perih sementara. Hal ini disampaikan oleh Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto, saat ditanya wartawan soal banyak warga sekitar yang terkena dampak gas air mata.

“Itu sebenarnya tidak berbahaya hanya sementara saja, yang sudah terbiasa nggak apa-apa, tapi yang pertama kali kena akan kaget ya tapi satu menit dua menit sudah hilang lagi,” kata Artanto, Selasa (27/8/2024).

Dalam wawancara reporter Tirto, Artanto mengeklaim tindakan yang diambil kepolisian saat membubarkan unjuk rasa di Kota Semarang sudah sesuai prosedur. Ia mengatakan tindakan anarkis yang terus-menerus dilakukan tidak dapat ditoleransi hingga akhirnya petugas terpaksa mengambil tindakan tegas untuk membubarkan pedemo.

"Kami sudah berupaya melakukan pendekatan persuasif dan berharap aksi ini bisa berjalan dengan damai. Namun, upaya tersebut tidak dihiraukan, dan situasi semakin tidak terkendali. Oleh karena itu, tindakan tegas terpaksa diambil,” kata dia kepada Tirto.

Artanto menegaskan bahwa tindakan yang diambil petugas keamanan sudah sesuai dengan protap penggunaan kekuatan dan tindakan kepolisian sebagaimana diatur Perkap Nomor 1 Tahun 2009.