News - Slow living menjadi tren di tengah-tengah kehidupan serba cepat. Menjalankan ritme baru dengan gaya hidup slow living memberi sejumlah manfaat yang berarti.

Mereka yang terbiasa hidup di kondisi fast-paced, sering butuh panduan cara menerapkan slow living agar bisa menjalankannya dengan tepat. Sebab, gaya hidup slow living tidaksesederhanamenjalani hidup secara lebih santai dan melambat.

Maka penting memahami apa itu gaya hidup slow living sebelum menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Untuk mendapat gambaran lebih jelas, simak penjelasan lengkap tentang konsep slow living berikut.

Apa Itu Slow Living?

Pola hidup serba cepat dan penuh tekanan bisa memicu berbagai dampak negatif, seperti stres, gangguan kecemasan, dan bahkan depresi. Untuk mengantisipasi berbagai dampak buruk tadi, mengubah ritme aktivitas dengan gaya hidup slow living bisa jadi pilihan. Nah, apa itu slow living?

Slow living adalah mindset menjalani hidup lebih bermakna dengan memprioritaskan hal yang paling berharga bagi diri kita. Dengan begitu, melakukan berbagai aktivitas dengan 'kecepatan' yang tepat akan menjadi pola hidup.

Sering kali, hal ini berarti memprioritaskan waktu secara tepat untuk hal-hal paling berarti dalam hidup. Tujuan utamanya mencari keseimbangan dalam kehidupan kerja, sosial, dan pribadi.

Carol Blaszczynski, Ph.D di artikel "The slow living movement: Implications for business education" dalam International Journal for Business Education (2011) menerangkan, tren gaya hidupslow living mulai menjadi gerakan di Italia pada 1980 dan kemudian menjalar ke seluruh dunia.

Gaya hidup tersebut berakar pada prinsip 'kesederhanaan suka rela' yang dicetuskan oleh Richard B. Gregg melalui bukunya The Value of Voluntary Simplicity (1936). Prinsip dalam konsep slow living menekankan pentingnya menjalani hidup dengan penuh kesadaran dan menjalani aktivitas secara intensional, tidak terbelunggu rutinitas padat belaka.

Namun, slow living tidak berarti melakukan segala sesuatu secara melambat, melainkan menyesuaikan kecepatan aktivitas dengan tujuan yang ingin dicapai. Intensitas maupun kecepatan dalam beraktivitas bisa saja meningkat, tetapi hanya saat diperlukan.

"Slow living bukan tentang melakukan lebih sedikit kegiatan, tapi melakukan lebih banyak hal dengan fokus dan tujuan yang lebih besar dengan kecepatan yang tepat," kata Laura Malloy, peneliti di Benson-Henry Institute for Mind Body Medicine dalam publikasi di situs web Harvard Health Publishing.