News - “Kunci mengasuh anak bahagia adalah dengan mengizinkan mereka untuk tidak bahagia. Seperti bertentangan, tapi ini efektif.”

Demikian disampaikan Tovah P. Klein, direktur dan pengajar di Barnard College Center for Toddler Development.

Psikoterapis Amy Morin, LCSW menyatakan hal serupa, bahwa memberikan anak kehidupan yang sehat dan bahagia berarti menyiapkan mereka untuk meraih kesuksesan di masa mendatang.

Meski begitu, mengasuh anak bahagia bukan sekadar memberi mereka kesenangan dan memberinya kepuasan setiap saat. Sebab pada kenyataannya, acap kali yang terjadi justru kebalikannya.

Menurut Amy, anak yang bahagia adalah anak yang punya keterampilan yang memungkinkan mereka menikmati kebahagiaan jangka panjang.

Anak yang bahagia adalah anak yang dapat melewatkan kepuasan instan dalam usaha mereka untuk mencapai tujuan. Peran orang tua sangat penting dalam mengembangkan keterampilan itu melalui kebiasaan hidup yang sehat.

Apa itu Bahagia?

Banyak orang punya definisi kebahagiaannya masing-masing.

Namun, umumnya, kita memaknai kebahagiaan sebagai suatu kondisi atau perasaan dalam keadaan puas dan senang, alih-alih gembira.

Kebahagiaan adalah pengalaman internal dan eksternal. Courtney E. Ackerman di situs Positive Psychology menjelaskan apa itu kebahagiaan sebagai pengalaman internal dan pengalaman eksternal.

Ketika anak dapat membangun sebuah menara dengan balok mainannya, atau dapat menyelesaikan puzzle, saat itulah anak mengalami kebahagiaan internal.

Sedangkan kebahagiaan eksternal adalah kebahagiaan yang diperoleh dari terpenuhinya keinginan seperti mendapatkan hadiah.

Bahagia, meski sifatnya tidak menetap tetapi lebih stabil dibanding perasaan senang. Rasa bahagia dapat bertahan lebih lama, sedangkan kesenangan datang dan pergi dalam hitungan detik.

Banyak orang tua setuju bahwa anak yang bahagia akan menjadi orang yang mudah beradaptasi dan siap menghadapi tantangan.

Maka tak heran ketika orang tua ingin membahagiakan anak-anaknya secara total, ada rasa bersalah ketika anak merasa kecewa, sedih, dan menangis.

Orang tua perlu memahami bahwa yang dibutuhkan oleh anak-anak adalah kebahagiaan internal, kebahagiaan yang diperoleh dari sebuah perjuangan. Bukan kebahagiaan eksternal semata.

Orang tua yang memaknai kebahagiaan melulu sebagai kebahagiaan eksternal, cenderung akan membesarkan anak yang memiliki gaya hidup hedonisme. Yaitu mengandalkan kebahagiaan dari segala sesuatu yang menimbulkan kesenangan.

Pada akhirnya kesenangan itu hanya berada pada tataran fisik seperti seks, hura-hura, narkoba.