News - Sampah plastik telah menjadi salah satu ancaman terbesar bagi lingkungan kita. Meskipun plastik merupakan bahan yang sangat berguna dalam kehidupan sehari-hari karena sifatnya yang ringan, tahan lama, dan murah, sifat inilah yang juga menjadikannya sulit terurai di alam. Inilah mengapa sampah plastik bisa membuat lingkungan menjadi rusak.

Plastik membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk terdegradasi, sehingga ketika tidak dikelola dengan baik, sampah plastik akan menumpuk dan mencemari berbagai ekosistem, mulai dari daratan hingga lautan.

Akibatnya, sampah plastik tidak hanya merusak keindahan lingkungan tetapi juga mengancam kehidupan makhluk hidup, termasuk manusia.

Lalu, apa sebenarnya yang membuat sampah plastik begitu merusak bagi lingkungan? Mari kita bahas lebih dalam.

Sampah Plastik di Indonesia

Strategi pengelolaan sampah di TPA Sidoarjo

Foto udara alat berat memindahkan sampah dari truk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah Griyo Mulyo Jabon, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (3/1/2025). ANTARA FOTO/Umarul Faruq/nym.

Sistem Informasi Pengolahan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mendata bahwa jumlah timbunan sampah nasional sebanyak 31,9 juta ton per 24 Juli 2024. Pengelolaannya pun jauh dari kata layak, yang mana 35,67% sisa sampahnya tak dapat dikelola, termasuk salah satunya adalah sampah plastik.

Plastik adalah jenis sampah yang acapkali merepotkan karena membutuhkan waktu bahkan hingga ratusan tahun agar terurai di alam.

Penting untuk mengetahui mengapa sampah plastik bisa membuat lingkungan menjadi rusak. Plastik seringkali mengandung zat aditif yang membuatnya lebih kuat, fleksibel, dan tahan lama. Namun, zat aditif ini pulalah yang dapat memperpanjang umur sampah plastik, dengan beberapa perkiraan berkisar setidaknya 400 tahun untuk terurai.

Pemerintah Indonesia berencana menghentikan impor sampah plastik mulai tahun 2025 ini. Pasalnya, negara ini menjadi pengimpor sampah plastik paling besar di dunia pada tahun 2022, hingga 194 ribu ton.

Kebijakan pun ini diambil sebagai usaha untuk mengatasi membludaknya kapasitas TPA di beberapa wilayah dengan cara mendorong penggunaan sampah plastik rumah tangga untuk industri daur ulang.

Namun hal ini tak setali tiga uang dengan fakta di lapangan. Diketahui kapasitas pengolahan sampah masih kurang, ditambah lagi tingkat pemilahan sampah di tingkat rumah tangga dan masyarakat masih rendah di mana seringkali sampah plastik dicampur aduk dengan sampah organik.

Kondisi ini menyulitkan penyerapan sampah plastik ke industri daur ulang. Sehingga, parahnya akan berakhir di tempat-tempat yang rentan tercemar seperti sungai, hutan dan laut.