News - Kasus korupsi selama ini masih identik dengan uang. Padahal, pada dasarnya korupsi bukan hanya tentang uang, harta, ataupun kekayaan. Seseorang tetap bisa ditetapkan sebagai tersangka korupsi meski tidak disertai bukti penerimaan aliran uang, selama bukti dan penyelidikan lain memenuhi unsur penetapan tersangka tersebut.

Dalam kasus eks Menteri Perdagangan, Thomas Trikasih Lembong alias Tom Lembong, misalnya. Ia ditetapkan tersangka oleh Kejaksaan Agung dalam kasus dugaan korupsi impor gula pada periode 2015-2016. Meskipun dalam perkembangannya Kejaksaan Agung masih mengendus aliran dana uang tersebut.

Penetapan tersangka Tom Lembong, karena diduga menyalahi prosedur dalam pemberian izin impor gula pada 2015. Padahal berdasarkan rapat koordinasi antar kementerian pada 12 Mei 2015, telah disimpulkan bahwa Indonesia mengalami surplus atau kelebihan stok gula, sehingga tidak perlu dilakukan impor gula. Namun, Tom Lembong saat itu tetap menyetujui surat keputusan untuk dilakukan impor.

Tom memberikan izin persetujuan impor Gula Kristal Mentah (GKM) sebanyak 105 ribu ton kepada PT AP yang kemudian GKM itu diolah menjadi Gula Kristal Putih (GKP). Izin impor dikeluarkan Tom Lembong tak hanya diberikan kepada PT AP, melainkan tujuh perusahaan lainnya yakni PT PDSU, PT AF, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI.

Sementara secara aturan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 57 Tahun 2004, pihak yang diizinkan melakukan impor Gula Kristal Putih (GKP) hanya perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Dan impor GKM tersebut tidak melalui rakor dengan instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.

Akibatnya, regulasi yang dikeluarkan Tom Lembong merugikan negara. Kerugian negara yang timbul senilai kurang lebih Rp400 miliar. Uang tersebut menjadi nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara dalam hal ini BUMN (PT PPI).

Tom Lembong dijerat Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 KUHP. Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyebutkan setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana dengan pidana penjara minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun dan denda paling sedikit Rp200 juta dan paling banyak Rp1 miliar.

Lebih lanjut, Pasal 3 menyebutkan setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau karena kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dipidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan atau denda paling sedikit Rp50 juta dan maksimal 1 miliar.

“Penetapan tersangka dalam tindak pidana korupsi ini, sesuai Pasal 2 dan Pasal 3, tidak mensyaratkan seseorang harus menerima uang,” kata Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung, Abdul Qohar, di Kantor Kejagung, Jakarta Selatan, Kamis (31/10/2024).