News - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan empat orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Keempat tersangka itu, yakni Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu atau Mbak Ita; Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah dari Fraksi PDI-P, Alwin Basri, yang juga merupakan suami Mbak Ita; Ketua Gapensi Kota Semarang, Martono; serta Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa, P Rachmat Utama Djangkar.

Dalam kasus ini, keempatnya diduga terlibat dalam korupsi pengadaan barang, pemerasan dengan cara memotong pendapatan para pegawai negeri, dan gratifikasi di lingkungan Pemkot Semarang. Dari hasil pemeriksaan, KPK menggeledah 66 lokasi di Jawa Tengah yang diduga terkait dengan kasus dugaan korupsi tersebut. Penggeledahan dilakukan pada 17-25 Juli 2024.

Dari hasil penggeledahan tersebut, KPK menyita sejumlah barang bukti, di antaranya uang Rp1 miliar, €9.650, hingga puluhan unit jam tangan. Turut disita pula dokumen-dokumen APBD 2023-2024 beserta perubahannya, dokumen pengadaan masing-masing dinas, dokumen APBD 2023 dan 2024, hingga dokumen berisi catatan tangan.

Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, mengungkapkan, pada kasus ini keterlibatan Mbak Ita, tak hanya diduga memotong upah pegawainya, tapi juga diduga mendapat uang tambahan dengan memeras para pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Semarang. Uang dari pemerasan pegawai Bapenda tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi Ita dan suami. Modus yang digunakan adalah penyediaan tambahan dana.

“Penyediaan tambahan dana untuk Wali Kota (Hevearita) dan suaminya (Alwin) yang bersumber dari iuran kebersamaan pegawai Bapenda,” kata Tessa saat dikonfirmasi Tirto, Jumat (20/9/2024).

Tessa mengatakan, uang iuran para pegawai Bapenda itu bersumber dari pemotongan upah pungut yang sebelumnya telah terungkap. Namun, Tessa enggan mengungkapkan nilai pemerasan yang dilakukan serta digunakan untuk apa saja.

“Iuran kebersamaan itu asalnya dari upah pungut,” ucap Tessa.

Meski begitu, KPK mengungkapkan dalam kasus dugaan suap, gratifikasi, dan pemerasan dengan tersangkan Ita ini, tidak ada perhitungan kerugian negaranya.

“Karena tiga perkara yang ada di tindak pidana korupsi Wali Kota Semarang itu terkait dengan suap, yang kedua gratifikasi tidak perhitungan KN [Kerugian Negara], yang ketiga adalah pemotongan,” kata Direktur Penyidikan, Asep Guntur Rahayu, beberapa waktu lalu.