News - Kewajiban pertama negara selaku penyelenggara pendidikan ialah menjamin setiap orang mempunyai kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu, terlepas dari latar belakang ekonomi dan sosial masing-masing. Timbal baliknya: populasi yang hanya terdiri dari orang-orang pintar dan terampil jelas merupakan aset berharga bagi negara.

Tanpa jurang yang memisahkan “kaum elit terdidik” dan “kaum pekerja kasar buta huruf”, negara akan sanggup mengolah segenap sumberdayanya menjadi barang-barang dan jasa terbaik yang bernilai tinggi.

J.V. Snellman, seorang negarawan Finlandia abad ke-19, pernah menyatakan bahwa pendidikan ialah jaminan keamanan. Dan ia benar. Pada paruh kedua 1900an, Finlandia menjadi salah satu negara termakmur di dunia berkat investasi pemerintahnya di bidang pendidikan.

Pemerintah pusat dan daerah di Finlandia mengelola 11 hingga 12 persen dana anggaran mereka untuk pendidikan, dan yang hebat, menurut data PISA (Programme for International Student Assessment), hampir tidak ada kesenjangan mutu antarsekolah di negara itu.

Indikator utama mutu pendidikan suatu negara ialah kemampuan akademik para siswa. Analisis Pearsonatas data PISA, TIMSS (Trends in International Mathematics and Science Study), dan PIRLS (Progress in International Reading Literacy Study) menempatkan Finlandia sebagai negara dengan pendidikan terbaik pada 2012 dan terbaik kelima pada 2014 di seluruh dunia. Studi-studi tersebut mengukur capaian akademik siswa berdasarkan penguasaan mereka di bidang matematika, sains, dan kemampuan membaca.

Dari 40 negara dalam klasemen Pearson, Indonesia selalu menempati peringkat terbawah. Pertanyaannya: mana yang mesti dibenahi terlebih dulu? Matematika, sains, atau kemampuan membaca?

Menurut Nancy C. Jordan, David Kaplan, dan Laurie Hanich dalam “Achievement Growth in Children with Learning Difficulties in Mathematics” yang diterbitkan Journal of Educational Psychology (2002), kemampuan akademik seorang murid ditentukan oleh kemampuan membacanya. Kemampuan membaca yang rendah berakibat buruk terhadap kemampuan matematika, tetapi kemampuan matematika, tinggi atau rendah, tak mempengaruhi kemampuan membaca.