News - Ario Prakoso adalah seorang sarjana elektro. Setelah lulus kuliah, pria 27 tahun ini bekerja di beberapa perusahaan telekomunikasi. Salah satu pekerjaan yang paling ia ingat adalah memasang jaringan 4G di Indonesia. Suatu waktu, ia tertarik dengan tawaran pekerjaan di Malaysia. Malang, agen yang menawarinya pekerjaan ternyata menipunya. Ario memilih untuk mengundurkan diri sebelum kontrak kerja selesai. Risikonya, ia harus membayar denda yang menguras uang tabungannya.

Pulang ke Indonesia, seorang kawan menawarkan pekerjaan di bidang sama. Tapi Ario menolak. Ia memilih untuk menapaki jalan baru: menjadi model. Ancang-ancang pertama adalah mengikuti Nylon Face Off, kompetisi pencarian model yang diselenggarakan majalah gaya hidup Nylon. Ia optimis bisa menang.

Dengan tinggi 185cm, kulit sawo matang, rahang tegas, hidung mancung, mata sayu, rambut kribo yang dibiarkan megar, dan senyum lebar yang menawan; ia punya cukup modal untuk jadi model. Penampilannya nyentrik. Ia berbeda dengan model pria Indonesia yang biasanya tampil klimis dengan badan berotot.

Tapi harapan Ario pupus. Dalam kontes, ia dikalahkan oleh seorang pria berambut gimbal. Hal itu tidak bikin Ario kapok. Ia ditawari bergabung ke satu agensi model. Dari sana, muncul pekerjaan sebagai model foto, model iklan televisi, dan model peragaan busana. Termasuk info soal kompetisi pemilihan model. Beberapa bulan setelah gagal, Ario ikut audisi Gading Model Search (GMS). Kontes pencarian model yang menjadi bagian acara Jakarta Fashion and Food Festival (JFFF). Di ajang itu, akhirnya Ario jadi pemenang.