News - Kompetisi dalam kebaikan dan etos kerja merupakan contoh perilaku terpuji. Selama dilakukan dengan sungguh-sungguh, dapat mengantarkan seorang muslim pada kebahagiaan di dunia dan akhirat.

Perilaku taat kompetisi dalam kebaikan dan etos kerja ini menjadi salah satu bahasan dalam mata pelajaran Pendidikan Agama Islam (PAI) kelas 10 pada bab Meraih Kesuksesan dengan Kompetisi dalam Kebaikan dan Etos Kerja. Amalan terpuji tersebut berkaitan dengan hubungan manusia dengan Allah (hablum minallah), orang lain (hablum minannas), hingga diri sendiri.

Ketaatan pada Allah, berkompetisi dalam kebaikan, dan etos kerja merupakan tiga yang saling berkaitan. Semuanya akan bermuara pada kebaikan untuk diri sendiri, di samping juga memberi manfaat bagi orang lain. Dalam bahasan kali ini dijelaskan mengenai rangkuman meraih kesuksesan dengan kompetisi dalam kebaikan dan etos kerja, sebagaimana dikutip dari buku Pendidikan Agama Islam dan Budi Pekerti (2014) yang ditulis Mustahdi dan Mustakim.

Perilaku Taat pada Allah

Perilaku taat kepada Allah termasuk bagian fastabiqul khairat (berlomba-lomba dalam kebaikan). Artinya, seorang muslim semestinya bersegera menaati, menerima, dan mengikuti perintah atau syariat Allah SWT.

Taat kepada Allah SWT menjadi cara untuk memanfaatkan anugerah hidup sebaik-baiknya. Hakikat menjadi seorang muslim yaitu tunduk pada perintah Allah SWT yang tertuang dalam Al-Quran dan sunah Rasulullah SAW.

Seseorang yang tunduk dan taat pada Allah SWT akan memperoleh ketentraman hati dan kebahagiaan hidup, sebagaimana tertera dalam Al-Quran surah Al-A'raf ayat 96:

“Jikalau sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pastilah ia akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat-ayat kami, maka kami siksa mereka disebabkan perbuatannya,” (QS. Al-A’raf: 96).

Ketaatan paling tinggi adalah tunduk pada aturan Allah, kemudian di bawahnya pada sunah Nabi Muhammad SAW.

Di bawahnya lagi, ada sikap tunduk pada pemimpin, baik pemimpin pemerintah, negara, daerah, maupun pemimpin yang lain, termasuk pemimpin keluarga.

“Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul [Muhammad], dan Ulil Amri [pemegang kekuasaan] di antara kamu. Kemudian, jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah [Al-Qur’an] dan Rasul [sunnahnya], jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama [bagimu] dan lebih baik akibatnya," (QS. An-Nisa: 59).