News - Kita semua pasti ingat rasanya kesepian. Saat masih kecil, kita melihat orang lain memiliki teman dekat, sementara hanya sedikit yang mau berkawan dengan kita.

Ketika pertama kali merantau dan jauh dari keluarga, perasaan itu kembali muncul. Kita merasa rindu, tetapi pada saat bersamaan harus bergumul dengan kesendirian dan beradaptasi dengan lingkungan baru.

Begitu pula saat menjalin hubungan romantis yang berakhir dengan kegagalan, baik pacaran maupun pernikahan; hati seakan-akan terasa kosong, seolah ada lubang yang tak dapat terisi. Kita pun merana, terjebak dalam kesendirian.

Perasaan kesepian memang menyakitkan. Namun, itu merupakan pengalaman tak terpisahkan dari kehidupan manusia. "Manusia pada dasarnya sendirian," ujar filsuf Jean-Paul Sartre dalam bukunya yang masyhur, Being and Nothingness(1943: 336). Jika direnungkan lebih dalam lagi, kita sebenarnya selalu sendirian dalam memahami dunia di sekitar kita, meski dikelilingi oleh orang lain.

Sebagai misal, ketika mendengarkan ceramah di bangku kuliah, bisa jadi kita dikelilingi orang banyak kawan. Namun dalam hal tertentu, kita tetap sendirian dan fokus ketika mendengarkan ceramah tersebut. Bahkan dalam konser musik pun, kendati dikelilingi oleh ratusan atau mungkin ribuan fan musik, kita sendirian menikmati musik tersebut.

Bagaimanapun, hal itu berhubungan dengan pengalaman pribadi kita, baik dengan ceramah dosen ataupun musik yang kita dengarkan. Interpretasi dan sensasi yang dirasakan pasti berbeda antara satu orang dengan orang yang lain.

Tak Ada yang Mengenalimu Saat Kau Jatuh dan Terasing

Kita sebenarnya ditakdirkan untuk sendiri dan merasakan banyak hal sendirian. Segala upaya komunikasi kita dengan orang lain hanya merupakan usaha untuk berbagi perasaan tersebut. Namun, orang lain tak akan mungkin merasakan apa yang kita alami.

Penyair terkenal Amerika Serikat, Thomas Stearns Eliot, dalam The Cocktail Party (1949) pernah menulis: “Semua orang sendirian. Mereka berkata-kata dan meniru perilaku orang lain. Maka dari itu, mereka percaya bahwa mereka berkomunikasi dan memahami satu sama lain. Namun sebenarnya semua itu hanyalah ilusi.”

Kita lahir, hidup, dan pada akhirnya mati sendirian. Kesadaran kita yang terdalam sesungguhnya terpisah dari kesadaran orang lain.

Namun, apakah kesepian hanya dialami ketika kita sendirian? Ironisnya, justru banyak orang mengalami kesepian saat berada di tengah hiruk pikuk keramaian. Ini adalah fenomena unik.

Ilustrasi Sedih diantara Keramaian

Ilustrasi Sedih diantara Keramaian. foto/istockphoto

"Justru momen paling kesepian adalah ketika berada di tengah banyak orang," ujar aktor kawakan Hollywood, George Clooney, kepada The Hollywood Reporter ketika menceritakan pengalamannya di malam tahun baru 2012.

George Clooney adalah salah seorang aktor kesohor nominator piala Oscar 2005. Ia juga tergolong sebagai megabintang dengan film-film laris, seperti Argo (2012), Ocean's Series (2001-2004), dan The Descendants (2011). Dia, yang dikelilingi orang banyak, disanjung banyak fan, dilimpahi kesejahteraan finansial, ternyata tidak mampu mengisi ruang kosong di kalbunya.

Ketenaran, pernikahan, kebebasan finansial, bakat, hingga pekerjaan mapan, bukan obat untuk kesepian.

Kasus serupa juga dialami salah satu penyanyi favorit saya, Janis Joplin, yang berkata: "I just made love to twenty-five thousand people, but I'm going home alone. Aku baru saja bercinta dengan 25 ribu orang, tetapi nyatanya aku pulang sendirian [kesepian].”

Seperti halnya Clooney yang sukses, Janis Joplin juga merupakan penyanyi tenar '60-an. Di atas panggung, Joplin dikenal amat energik dan bisa menciptakan kedekatan dengan ribuan penggemarnya. Namun, di luar panggung, ia bergumul dengan perasaan kesepian. Ia tidak memiliki hubungan dekat bermakna di luar dunia musiknya.

Hal ini mungkin paradoks yang dialami banyak selebritas: kehidupan publik yang dipenuhi kekaguman dan ketenaran berbanding terbalik dengan kehidupan pribadi yang muram.

Ucapan Joplin menunjukkan, ikatan emosional di atas panggung tidak bisa mengisi kekosongan yang ia rasakan. Nyatanya, ketenaran tidak menjamin seseorang bisa lepas dari isolasi sosial dan kesepian.

Menggambarkan perasaan suram ini, saya teringat dengan ungkapan sosiolog Prancis, Alexis de Tocqueville, pada 1930-an, ketika ia mengunjungi Amerika dan menggambarkan kehidupannya di sana, termasuk pengamatan terhadap para selebritas terkenal. “Kesepian di tengah gurun gersang tidak lebih menyakitkan daripada kesepian di tengah keramaian banyak orang,” tulis Alexis.