News - Sejak VOC menguasai Semarang dan membangun permukiman eksklusif di kawasan yang kini dikenal sebagai Kota Lama, jejak kolonialisme mudah ditemukan di kota itu.

Sebelum bangkrut pada 1799, VOC memegang kendali atas seluruh wilayah Semarang. Di kota itu, sebagaimana di kota-kota lain di Nusantara, perusahaan dagang tersebut membangun benteng. De Vijfhoek van Samarang namanya, terletak di sisi barat Kota Lama sekarang.

Benteng berbentuk segilima itu seperti lazimnya basis militer, dipagari pallisade (deretan rapat tonggak-tonggak runcing) dan memiliki lima menara pengawas, masing-masing diberi nama Zeeland, Amsterdam, Utrecht, Raamsdonk, dan Bunschoten.

Seturut Dewi Yuliati dalam "Mengungkap Sejarah Kota Lama Semarang dan Pengembangannya Sebagai Asset Pariwisata Budaya" (2019:164), selain sebagai basis militer, di bagian dalam benteng juga dibangun permukiman untuk pegawai VOC. Benteng berdinding papan itu berdiri sejak 1677 hingga 1741.

Mulai 1741 hingga 15 tahun kemudian dilakukan perluasan terhadap benteng hingga mencakup seluruh kawasan Kota Lama. Selain keberadaan benteng, kanal yang mengelilinginya membuat wilayah tersebut bak miniatur Negeri Belanda. Dari situlah julukan Little Netherland bermula.

Untuk memudahkan mobilitas warga, dibangun jalan utama yang bernama De Heerenstaart atau sekarang Jalan Letjend Suprapto. Ketika Gubernur Jenderal Hindia Belanda ke-36, Herman Willem Daendels, menginstruksikan pembangunan Jalan Raya Pos (Groote Postweg), jalan tersebut menjadi bagian darinya.

Pada era kolonialisme Belanda, konsep tata ruang di Kota Lama dibuat mirip dengan kota-kota di Eropa, berpusat di Gedung Balai Kota di Oude Stadhuisstraat atau kini Jalan Branjangan. Pada 1850, gedung itu terbakar dan sebagai gantinya dibangun gedung baru di Bojong atau sekarang Jalan Pemuda.

Selain terdapat Gedung Balai Kota, di kawasan tersebut juga berdiri Nederlandsch Indische Kerk. Tempat ibadah yang lebih populer di kalangan warga Semarang sebagai Gereja Blenduk itu, karena atapnya yang berbentuk kubah, kini menjadi landmark Kota Lama dan masih digunakan untuk kegiatan peribadatan.

Di samping pusat pemerintahan, Kota Lama berkembang menjadi pusat industri dan perdagangan. Sejumlah perusahaan yang mendirikan gedung di wilayah ini antara lain G.C.T. Van Dorp & Co. yang bergerak di bidang percetakan buku dan surat kabar.

Ada juga Hotel Jansen yang merupakan hotel Eropa pertama di Semarang, Seelig & Son toko alat musik, dan Marabunta, sebuah gedung teater (schouwburg) tempat tuan dan nyonya Belanda menikmati pertunjukan opera.

Kantor Pengadilan Negeri (Landraad) terletak di De Heerenstraat, dekat dengan kantor perusahaan dagang Nederlandsche Handel Maatschappij, perusahaan pengolah hasil perkebunan Cultuur Maatschappij der Vorstenlanden, toko perhiasan N.V. Goud en Zilversmederij, dan Nederlandsch-Indische Levensverzekering en Lijfrente Maatschappij atau Perusahaan Asuransi Jiwa Hindia Belanda.

Sebagai wilayah eksklusif bagi para saudagar Eropa, permukiman di dalam benteng selanjutnya dikenal dengan Europeesche Buurt (Kampung Eropa) atau De Oude Stad (Kota Lama), karena merupakan kawasan pertama yang mereka jadikan tempat tinggal.

Saat ini, Kota Lama masuk ke dalam Kelurahan Bandarharjo, Kecamatan Semarang Utara. Di sebelah utara, kawasan ini berbatasan dengan Jalan Merak (dulu Norder-walstraat), sebelah timur dengan Jalan Cenderawasih (Ooster-walstraat), sebelah selatan dengan Jalan Sendowo (Zuider-walstraat), dan sebelah barat dengan Jalan Mpu Tantular (Pakhuisstraat).