News - Ardi Darmawan, melalui utasnya mengungkap, cara pembayaran paling sulit di Indonesia adalah pembayaran pajak. Sedangkan pelaporan paling berbelit-belit di Indonesia adalah pelaporan pajak. Bagaimana tidak, sejak 1 Januari 2025, saat Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan memutuskan untuk menutup seluruh sistem administrasi perpajakan dan menggantinya dengan Pembaruan Sistem Inti Administrasi Perpajakan (PSIAP) alias Coretax yang ternyata juga sama ruwetnya. Belum lagi, banyak kendala yang harus dihadapi oleh Wajib Pajak (WP) agar bisa mengakses sistem yang digadang-gadang sebagai sistem pajak canggih itu.

“Dulu, seorang admin/sekretaris perusahaan harus mengoperasikan 4 platform saat mengurus pajak, yaitu: 1. Web e-faktur; 2. Aplikasi e-faktur; 3. Web DJP; 4. web e-Nofa. Nomor 1 dan 2 kadang error cukup lama, 1-2 minggu. Padahal kalau telat lapor, didenda 500 ribu/bulan,” tulis penulis blog dengan nama akun @ardeks itu, dikutip Rabu (15/1/2025).

Kini, dengan adanya Coretax, sistem yang baru itu nyatanya seakan tak menyimpan data dasar yang bertahun-tahun lamanya diinput oleh Wajib Pajak. Karena itu, saat berhasil mengakses laman awal Coretax, Wajib Pajak harus kembali memasukkan data-data dasar seperti identitas dari awal.

“Bahkan, ada kolom-kolom aneh, kayak NIK (Nomor Induk Kependudukan) Notaris. Benar-benar merepotkan. Itu baru awal,” keluhnya.

Soal lapor, membuat faktur transaksi, melakukan pembayaran pun demikian, pihaknya seperti anak taman kanak-kanak (TK) yang baru belajar membaca. Sementara saat mencoba mencari pencerahan di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), solusi yang didapat hanya dimintai untuk menonton video YouTube di akun DJP.

Dengan berbagai kendala tersebut, Ardi menyimpulkan, sistem Coretax sama sekali belum siap. “Lagi-lagi rusak/error/(server) down. Memang negara lucu. Pajaknya tinggi, pas mau bayar dipersulit. Pas mau lapor, dibikin berbelit lalu kena denda selangit,” tegas dia.

Sulitnya akses sistem Coretax bahkan juga terjadi pada aktivitas layanan ringan, seperti pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Banyak masyarakat mengeluhkan langkah untuk pendaftaran NPWP terlalu merepotkan dan selalu terkendala dalam bagian pengisian detil alamat.

“Ada help desk khusus Coretax di KPP, tapi pas saya ke sana, bermaksud tanya sampai bisa selesai sendiri, itu setelah 2 jaman, petugasnya belum ganti customer. Masih bapak-bapak yang sama. Nggak tau, bingung juga kali itu petugas help desk,” kata Bagas Saputra (31), kepada Tirto, Rabu (15/1/2025).

Ilustrasi Pajak

Konsep perencanaan pengurangan pajak. FOTO/iStockphoto

Melalui keterangan resmi yang diterbitkan pada 10 Januari lalu, DJP telah memohon maaf atas segala kendala yang terjadi pada Coretax. Selain itu, otoritas pajak juga berkomitmen untuk terus membenahi masalah yang ada, sehingga sistem Coretax dapat berjalan dengan optimal.

“Sehubungan dengan diimplementasikannya aplikasi Coretax DJP pada tanggal 1 Januari 2025, bersama ini kami dengan segala kerendahan hati menyampaikan permohonan maaf kepada seluruh wajib pajak atas terdapatnya kendala-kendala yang terjadi dalam penggunaan fitur-fitur layanan Coretax DJP,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, dikutip Rabu (15/1/2025).

Dalam pembaruan informasi yang diberikannya, perbaikan yang telah dilakukan meliputi proses bisnis seperti pendaftaran, pengisian Surat Pemberitahuan (SPT) termasuk pengisian faktur, hingga Document Management System yang mencakup proses penandatanganan faktur pajak menggunakan Kode Otorisasi DJP ataupun sertifikat elektronik.

“Sampai dengan tanggal 13 Januari 2025 pukul 10.00 WIB, wajib pajak yang sudah berhasil mendapatkan sertifikat digital/sertifikat elektronik untuk menandatangani faktur pajak berjumlah 167.389,” tambah Dwi.

Sementara itu, wajib pajak yang sudah berhasil membuat faktur pajak sebanyak 53.200 dengan jumlah faktur pajak yang telah diterbitkan sebanyak 1.674.963 dan faktur pajak yang telah divalidasi atau disetujui sebesar 670.424.

“Pada sistem Coretax DJP sudah tidak terkendala mengenai hal ini (proses bisnis), silakan melaksanakan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan Anda di Coretax DJP,” tegas Direktur Jenderal Pajak, Suryo Utomo sekaligus menjawab pertanyaan para pengusaha dalam acara Members Gathering Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), belum lama ini, dikutip Rabu (15/1/2025).

Meski begitu, apabila masih ada Pengusaha Kena Pajak (PKP) menemukan hal pencetakan faktur tidak terdapat nama dan alamat penjual ataupun pembeli, PKP pembeli tetap dapat melakukan validasi faktur pajak yang tidak lengkap elemen datanya tersebut. Sebab, dengan telah sampainya PKP pembeli pada tahap ini, secara data pajak masukan faktur pajak yang terbit tersebut telah lengkap.

“Tidak akan dikenakan sanksi administrasi perpajakan bagi PKP atas Faktur Pajak dimaksud. Dalam hal ada kebutuhan dari PKP, PKP dapat melakukan penggantian Faktur atau melakukan pembatalan dan kemudian membuat faktur pajak yang baru,” tambah Suryo.