News - Gelombang kritik masih terus menggulung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), meski saat ini diisi oleh jajaran pimpinan baru. Bukan kritik baru memang. Sejak revisi UU KPK di era Presiden Joko Widodo, lembaga antirasuah itu memang cenderung dianggap sebagai alat gebuk politik. Teranyar, PDIP bahkan menyebut pimpinan KPK 2024-2029 sebagai “edisi Jokowi”.
Kritik KPK jadi alat politik kembali ditebalkan oleh pucuk pimpinan PDIP–Megawati Soekarnoputri.
"Coba KPK, masa enggak ada kerjaan lain? Yang dituding, yang diubrek-ubrek Pak Hasto wae," kata Megawati dalam agenda HUT PDIP ke-52 di Sekolah PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Jumat (10/1/2025).
Menurut Megawati, KPK sekarang ini hanya sibuk mengulik kasus Hasto. Padahal, ada banyak kasus korupsi lainnya yang lebih besar.
"Padahal, banyak yang sudah jadi tersangka tapi meneng wae (diam saja)," ucap Megawati.
Kritik Megawati itu bisa tangkap sebagai kegusarannya melihat kinerja penegakan hukum KPK. Megawati juga menegaskah bahwa kritiknya pada KPK bukan tersebab melindungi kepentingan Hasto. Kritiknya saat ini diklaim demi kebaikan bersama dan disampaikan sesuai dengan fakta.
Sebagai salah seorang yang terlibat dalam pendiriannya, Megawati mengungkapkan betapa sulitnya mendirikan KPK. Dia harus berdebat dengan banyak pihak, terlebih status KPK yang saat itu merupakan lembaga ad hoc negara.
Dia menyampaikan bahwa salah satu alasan KPK didirikan adalah untuk menambal lemahnya pemberantasan korupsi oleh Polri dan Kejaksaan. Presiden ke-5 RI itu menyinggung dua institusi penegak hukum tersebut bahkan masih lemah hingga kini.
Publik tentu boleh mempertanyakansejauh mana intensi kritik Megawati dan PDIP itu, apakah tulus atau sekadar merespons kasus yang menimpa sekjennya, Hasto Kristiyanto. Namun, terlepas dari hal itu, kritik PDIP terhadap KPK memang relevan.
Dalam sudut pandang lain, kritik itu seharusnya ibarat wake up callbagi KPK. Sebab, kritik itu akan bergema di relung kepercayaan dan persepsi publik. Jika tak ingin terus disebut alat politik kekuasaan atau “tukang pukul”, KPK harus membuktikannya.
Bagi peneliti Pusat Kajian Antikorupsi (PUKAT) Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, pembuktian itu mudah saja: kembali independen. Sejak UU KPK versi revisi alias UU Nomor 19/2029 terbit, menurutnya, independensi KPK terpasung lantaran berada di rumpun eksekutif. Pegawai KPK menjadi aparatur sipil negara dan di bawah presiden.
Perubahan itu jelas membuat taji lembaga antirasuah itu tanggal hingga hari ini.
“Maka, revisi UU KPK kembali seperti dulu agar independen. Itu harusnya jadi prioritas bagi DPR dan pemerintah,” ucap Zaenur kepada reporter Tirto, Sabtu (11/1/2025).
Terkini Lainnya
Kasus di Lingkar Kekuasaan
Pertajam Taji, Jangan Tebang Pilih
Artikel Terkait
Deddy Corbuzier Wajib Lapor LHKPN usai Jadi Stafsus Menhan
Mbak Ita Mangkir Lagi Pemeriksaan KPK, Kali Ini Alasannya Sakit
Agar Perintah Tindak Tegas Koruptor Tak Sekadar Omon-Omon
PB IDI Dukung KPK Usut Dugaan Korupsi PPDS
Populer
PT TRPN Minta Maaf atas Aksi Pemasangan Pagar Laut di Bekasi
Ketahanan Pangan di Tangan Militer: Untung atau Buntung?
Daya Beli Masyarakat Lemah, Ritel di Ambang Krisis
Jasad Jurnalis Metro TV Ditemukan di Halmahera Selatan
Polda Metro Jaya Kerahkan Tim Pengurai Kemacetan Mulai Besok
Prabowo Klaim Kinerja 100 Hari Pemerintahannya di Luar Prediksi
Coretax Galat Terus, DJP & Pengembang Harus Tanggung Jawab
KPK Jadikan HP Hasto & Kusnadi Alat Bukti di Sidang Praperadilan
Flash News
Bule Keroyok Sekuriti Finns Beach Club Bali, 4 Pegawai Luka-Luka
Polri Kantongi Pengakuan Kades Kohod soal Alat Pemalsuan Dokumen
MenpanRB Target PP THR & Gaji ke-13 2025 Terbit Sebelum Ramadan
MK Hanya Bisa Bayar Gaji Sampai Mei Akibat Efisiensi Anggaran
Polisi Tangkap Pelaku Penusukan Sopir Bus di Lampung
Presiden Erdogan Tiba di Istana Bogor, Disambut Murid SD-SMP
LPSK Bantah Demo Pegawai Upaya Tolak Efisiensi: Justru Sharing
Deddy Corbuzier Wajib Lapor LHKPN usai Jadi Stafsus Menhan
Alasan Deddy Corbuzier Jadi Stafsus Menhan: Pakar di Komunikasi
Menkes Minta Kasus Harvey Moeis Masuk PBI BPJS Jangan Terulang
Pemerintah Cari Cara Riset Jalan Terus meski Dana Makin Kecil
Teguh Nilai Program Cek Kesehatan Gratis Kurang Sosialisasi
Soal Tumpang Tindih Hutan dengan HGB, Nusron: Mana Terbit Duluan
Dewas Ungkap Faktor yang Membuat BPJS Kesehatan Defisit
Teguh Pastikan Pembatasan Masa Tinggal di Rusunawa Masih Wacana