News - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengatakan, Indonesia memang perlahan-lahan sudah mulai memasuki proses transisi energi. Namun, di tengah tren pensiun (phase out) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, ia dengan tegas mengizinkan para pengusaha tambang untuk menggunakan emas hitam tersebut sebagai sumber energi.

Menurut Bahlil, dibandingkan dengan sumber energi lainnya, batu bara yang seringkali dianggap ‘kotor’ oleh dunia masih menjadi sumber energi yang murah dan tergolong mudah didapatkan.

“Jadi bapak ibu semua, enggak perlu ragu, saya ingin mengatakan bahwa sampai dengan sekarang, perlahan-lahan kita akan masuk pada energi baru terbarukan. Tetapi batu bara, sampai dengan hari ini kami masih menganggap sebagai salah satu energi yang cukup kompetitif, murah, dan bisa menghasilkan biaya yang kompetitif untuk menghasilkan produk. Jadi nggak usah ragu,” kata dia, dalam acara Indonesia Mining Summit 2024, di Hotel Mulia, Jakarta, Rabu (4/12/2024).

Tidak hanya itu, menurut Bahlil, negara-negara yang menggembar-gemborkan pensiun batu bara seperti Eropa, nyatanya juga masih memanfaatkan batu bara sebagai sumber energi. Bahkan, ekspor batu bara dari Indonesia ke Eropa dan negara-negara lain di dunia masih cukup banyak.

Berdasar catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Indonesia masih mengekspor komoditas batu bara (HS 2701) sebanyak 2,52 miliar dolar Amerika Serikat (AS) ke dunia selama Oktober 2024, turun 0,73 persesn secara bulanan (month to month/mtm) dibanding bulan sebelumnya yang senilai 2,54 miliar dolar AS. Meski begitu, dari sisi volume, ekspor batu bara masih cenderung naik secara bulanan, dari 34,64 juta ton di September 2024 menjadi 34,77 juta ton di Oktober 2024.

“Wong sampai sekarang Eropa juga masih minta batu bara dari Republik Indonesia kok. Ya kita jujur-jujur aja lah, aku tahu kok. Jangan seperti orang Papua katakan latihan lain, main lain,” ucap Bahlil.

Kendati masih mengizinkan penggunaan batu bara sebagai sumber energi, Ketua Umum Partai Golkar itu juga berpesan kepada para pengusaha untuk tak terlena, sehingga mengabaikan tugas negara untuk melakukan transisi energi dan hilirisasi. Namun, ia juga menyadari sepenuhnya kalau ongkos untuk mencapai net zero emission (NZE) pada 2060 sangat besar.

Karena itu, transisi energi juga sudah seharusnya dilakukan dengan menyesuaikan kondisi domestik, agar nantinya tak semakin membebani keuangan negara.

“Kita setuju dengan pikiran global (untuk melakukan transisi energi), tapi ukur (kemampuan) dunia kita juga. Baseline kita beda dengan baseline negara-negara yang sudah maju,” imbuh Bahlil.