News - Omar Bin Omran, seorang pria Aljazair, dikabarkan menghilang secara tiba-tiba pada 1998. Lalu, baru-baru ini—atau berselang 26 tahun kemudian, Omar ditemukan dalam kondisi masih hidup di ruang bawah tanah tetangganya. Dia diduga ditawan oleh tetangganya itu.

Keluarga Omar sempat putus asa melakukan pencarian, terlebih ketika itu perang saudara tengah berkecamuk di Aljazair. Perang saudara itu baru mereda pada awal 2002.

Ditemukannya Omar bermula dari sebuah postingan di media sosial yang menunjukkan sebuah ruang tersembunyi di kandang domba milik seorang berinisial BA. Rubanah itu ternyata terletak di distrik Al-Qadeed yang rupanya masih termasuk lingkungan tempat kediaman keluarga Omar.

Penculikan Omar bin Omran disebut-sebut sebagai salah satu penculikan terlama dalam sejarah modern. Sebelumnya, publik mengetahui Elisabeth Fritzl asal Austria yang ditahan ayahnya sendiri selama 24 tahun.

Hilang di Masa Perang Saudara

Omar kini berusia 45 tahun. Dia berhasil dievakuasi dalam kondisi sehat oleh aparat keamanan Aljazair yang dibantu oleh warga setempat. Dia mampu mengingat teman-temannya lamanya saat mereka menjenguknya saat dirawat di rumah sakit.

Lahir dalam keluarga yang sederhana, Omar merupakan anak ketujuh dari sembilan bersaudara. Lingkungan tempatnya tumbuh merupakan wilayah yang banyak dihuni kelompok Mujahidin selama Perang Saudara Aljazair.

Pada 1998, saat menginjak usia 19 tahun, Omar mulai menempuh pendidikan di sekolah kejuruan impiannya di Provinsi Jalfah. Namun, Omar menghilang secara tiba-tiba. Khawatir Omar menjadi korban kekerasan kelompok pemberontak di Jalfah, keluarga Omar lantan mulai melakukan pencarian di wilayah itu.

Itu adalah pencarian yang sulit lantaran Perang Saudara Aljazair yang berkecamuk sejak awal 1990-an.

Perang Saudara Aljazair merupakan konflik mematikan yang melibatkan Pemerintah Aljazair dan berbagai kelompok pemberontak Islamis. Perang ini menjadi salah satu bab paling tragis dan berdarah dalam sejarah modern negara tersebut.

Sebermula adalah pemilu Aljazair yang digelar pada 1991. Faouzia Zeraoulia dalam "The Memory of the Civil War in Algeria" (2020, PDF) menyebut bahwa pada Desember 1991, Front Pembebasan Islam (FIS) berhasil memenangkan putaran pertama pemilu tersebut. Pemerintahan petahana yang khawatir akan kehilangan kekuasaan lantas membatalkan proses pemilu pada Januari 1992.