News - Di tengah gemuruh perang yang tak kunjung usai, militer Prancis pada akhir abad ke-18 dilanda masalah yang tak terduga: kelaparan. Bukan karena kurangnya hasil panen atau kekeringan yang melanda, melainkan karena makanan yang tak mampu bertahan lama dalam perjalanan.

Tahun 1795, Napoléon Bonaparte, sang jenderal muda yang ambisius, menghadapi kenyataan pahit, pasukannya yang gagah berani di medan perang, justru tumbang karena kekurangan gizi. Daging yang busuk, sayuran yang layu, dan roti yang berjamur menjadi pemandangan biasa di kamp-kamp militer.

Di tengah kegelisahan itu, muncul seorang pria sederhana bernama Nicolas Appert, seorang tukang masak dan pembuat permen dari kota Châlons-en-Champagne. Appert bukanlah seorang ilmuwan terpelajar, tetapi ia memiliki pengalaman dan keingintahuan yang besar selain tangannya juga terampil.

Ia menghabiskan tahun-tahunnya bereksperimen dengan berbagai metode untuk mengawetkan makanan. Dengan tekun, ia mengisi botol kaca dengan daging, sayuran, susu, dan buah-buahan, lalu menyegelnya rapat-rapat sebelum memanaskannya. Ia percaya bahwa udara adalah musuh utama makanan, dan jika ia bisa mengusirnya, makanan akan bertahan lebih lama.

Pada tahun 1809, setelah lebih dari satu dekade uji coba, Appert akhirnya berhasil. Ia mempresentasikan penemuannya kepada Pemerintah Prancis. Botol-botol kaca berisi makanan yang diawetkan itu dibuka di hadapan para pejabat. Aroma daging yang masih segar dan sayuran yang masih renyah memenuhi ruangan.

Napoléon, yang telah menjadi Kaisar Prancis, mendengar kabar ini dengan antusias. Ia tahu bahwa penemuan Appert bisa menjadi solusi bagi pasukannya yang terus melintasi Eropa.

Dalam sebuah upacara sederhana di Paris, Appert dianugerahi hadiah sebesar 12.000 franc oleh Pemerintah Prancis. Hadiah itu bukan hanya untuk menghargai usahanya, tetapi juga sebagai pengakuan atas pentingnya penemuan ini bagi masa depan.

Napoléon, dengan ambisinya yang tak terbendung, tahu bahwa pasukannya akan terus membutuhkan makanan yang tahan lama. Ia membayangkan pasukannya yang gagah, dengan perut kenyang, menaklukkan Italia, Belanda, dan Jerman. Dan Appert, dengan botol-botol kacanya, telah memberinya senjata baru: makanan yang tak akan pernah busuk.

Warsa 1810, Nicolas Appert mempublikasikan metoda temuannya yang berjudul The Art of Preserving, for Several Years, all Animal and Vegetable Substances.

Dari Botol Kaca hingga Kaleng Modern

Makanan kaleng telah menjadi bagian penting dalam kehidupan modern, memungkinkan kita menyimpan makanan untuk waktu yang lama tanpa kehilangan rasanya. Namun, di balik kemudahan ini, terdapat sejarah panjang yang melibatkan inovasi dan penemuan-penemuan penting.

Salah satu aspek yang sering terlupakan adalah perkembangan pembuka kaleng, alat sederhana yang berperan krusial dalam mengakses makanan yang diawetkan.

Meskipun Nicolas Appert menggunakan botol kaca, penemuannya menjadi fondasi bagi pengembangan pengawetan makanan dalam wadah yang lebih praktis.

Pada tahun 1810, Peter Durand, seorang penemu Inggris, mematenkan penggunaan kaleng logam untuk pengawetan makanan. Kaleng logam ini lebih tahan lama dan mudah diangkut dibandingkan botol kaca, menjadikannya pilihan yang lebih baik untuk kebutuhan militer dan komersial.

Kaleng-kaleng pengawet awal ini sangat mahal karena dominan, terutama digunakan oleh angkatan bersenjata. Pengalengan makanan lalu menyebar ke negara-negara lain, termasuk Amerika Serikat, di mana tempat pabrik pengalengan pertama dibuka pada tahun 1812 di New York. Pabrik tersebut memproduksi kaleng pengawet makanan untuk sayuran, buah-buahan, daging, dan tiram.

Industri pengalengan sarden dimulai di Prancis sekitar tahun 1820, khususnya di Nantes dan Bordeaux. Penemuan autoklaf pada tahun 1852 mengubah pengalengan sarden dari operasi kecil-kecilan menjadi proses industri besar.

Sarden kaleng segera meraih kesuksesan yang tidak seperti produk kaleng lainnya pada masa itu. Daging segar sering lebih disukai daripada kalengan, tetapi sarden kalengan terbukti lebih unggul dalam rasa.

Makanan Kalengan

Makanan Kalengan. foto/istockphoto

Sementara di era Gold Rush California tahun 1849, banyak penambang, pemukim, dan pemburu di wilayah perbatasan. Banyak persediaan yang dibutuhkan untuk perjalanan panjang melintasi dataran dan pegunungan Barat.

Menurut jurnal terbitan Can Manufacture Institute berjudul “The History of the Can: The Impact of the Can on Culture and Economics for More Than 200 Years”, mereka bepergian dalam kereta yang penuh dengan persediaan dan menggembalakan ternak di samping karavan. Makanan kaleng dari timur sangat penting untuk bertahan hidup. Namun, tragedi dan kelaparan sering terjadi.

Nasib mengerikan kelompok Donner pada tahun 1846, yang terdiri dari 87 anggota yang terpaksa menjadi kanibal ketika salju tebal menjebak mereka di Pergunungan Sierra Nevada, mendorong seorang penemu untuk bekerja pada inovasi makanan kaleng.

Adalah Gail Borden yang terinspirasi oleh kebutuhan para pelancong akan makanan bergizi yang memakan sedikit ruang. Ia pertama kali mencoba membuat biskuit daging-- daging dan sayuran kental--yang merupakan bencana kuliner dan finansial.

“Namun, Borden menjadi sukses instan ketika ia menemukan cara mengalengkan susu kental,” lanjut studi tersebut.

Pada masa berikutnya, merek-merek terkenal mendominasi pasaran makanan yang diawetkan, meliputi stoples Mason (1858), stoples Ball Corporation (1884), dan tutup logam dua bagian Kerr (1915).

Peningkatan teknologi dalam pembuatan kaleng telah meningkatkan tingkat produksi. Inovasi mencakup pengembangan bahan baru dan teknik penyegelan untuk kaleng. Aerosol pertama kali dipatenkan pada tahun 1899 menggunakan metil dan etil klorida. Ini menandai awal penggunaan teknologi aerosol dalam pengemasan.

Eric Rotheim mengembangkan kaleng aerosol modern pada tahun 1922. Inovasi ini memungkinkan penyimpanan dan pengeluaran bahan dalam bentuk semprotan, yang menjadi dasar untuk banyak produk konsumen hari ini. Aerosol memungkinkan penyimpanan bahan dalam volume kecil sambil tetap mempertahankan keefektifan dalam pengawetan makanan.

Empat tahun kemudian, SPAM, daging kalengan yang diproduksi oleh Hormel Foods, diperkenalkan. Produk ini menjadi salah satu contoh paling terkenal dari daging olahan, sekaligus menjawab kebutuhan konsumen akan makanan praktis, terutama selama masa Depresi Besar.

Sejak awal 1930, produsen kaleng mulai menjajaki penggunaan kaleng untuk minuman berkarbonasi. Kaleng lebih kuat daripada botol kaca dan lebih mudah diangkut. Namun, kaleng perlu diperkuat untuk menahan tekanan internal yang lebih tinggi akibat karbonasi, terutama saat cuaca panas, tanpa menambah ketebalan logam agar tidak bocor dan tetap dapat ditumpuk.