News - Lubang-lubang bekas aktivitas pertambangan yang dibiarkan menganga adalah maut yang menunggu korban. Kejadian nyawa melayang karena tenggelam di bekas lubang tambang sudah terjadi berulang. Ketegasan pemerintah dalam mengatur regulasi yang jelas dalam mengurus lubang tambang begitu dinantikan.

Teranyar, kasus lubang tambang maut terjadi di Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim) pada 5 Mei 2024. Dua bocah kakak beradik berinisial MRS (9 tahun, laki-laki) dan RPS (12 tahun, perempuan) tewas tenggelam di danau bekas tambang batu bara di Kelurahan Loa Buah, Kecamatan Sungai Kunjang, Samarinda.

Danau tersebut merupakan bekas lubang galian tambang yang ditinggalkan begitu saja oleh perusahaan tambang tanpa reklamasi. Kasus serupa pernah terjadi di lokasi yang sama pada 2015 dan merenggut nyawa AW (12 tahun). Mirisnya, kasus kematian di lubang bekas tambang kembali terjadi di Kaltim, tepatnya di Samboja, Kutai Kartanegara. Peristiwa yang terjadi pada 11 Mei 2024 itu menewaskan seorang anak remaja berusia 16 tahun.

Peristiwa maut di lubang galian tambang yang tidak direklamasi perusahaan terjadi puluhan kali di Kaltim. Sayangnya, hingga saat ini, baru satu kasus kematian di lubang tambang yang dibawa ke meja hijau. Kendati demikian, itu pun tidak menyasar perusahaan tambang namun petugas keamanan yang dianggap lalai menjaga lubang tambang.

Dosen Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menyayangkan kasus kematian berulang yang diakibatkan lubang tambang. Menurut dia, peristiwa berulang ini terjadi karena adanya pembiaran dari pemerintah dan aparat penegak hukum (APH) pada perusahaan tambang culas yang tidak melakukan kewajiban reklamasi.

“Karena pembiaran itulah kasus-kasus serupa terus terjadi. APH seolah menutup mata, pemda seperti patung, padahal harusnya pemegang konsesi itu dipidana. Di antara korban [di Kaltim] ini, hanya satu yang sampai ke pengadilan, itu pun security,” ujar dia kepada reporter Tirto, Rabu (15/5/204).

Herdiansyah berujar, lubang tambang yang tidak direklamasi menimbulkan dampak sosial dan lingkungan yang besar bagi warga sekitar lokasi tambang. Selain itu, menimbulkan konflik akibat status lahan yang tidak jelas akibat tarik menarik pemanfaatan lubang tambang. Sebagai informasi, tidak sedikit warga lokal di sekitaran lokasi lubang tambang justru menjadikan situs berbahaya itu sebagai obyek wisata.

“Kerugian negara juga fantastis. Tapi yang terpenting, lubang-lubang itu ancaman terhadap nyawa warga,” tegas Herdiansyah.