News - Juru Bicara Kementerian Perhubungan (Kemenhub), Adita Irawati, mengatakan bahwa penyebab mahalnya harga tiket pesawat di Indonesia adalah kurangnya jumlah pesawat di tengah tingginya permintaan pengguna pesawat.

Adita mengatakan bahwa permasalahan itu muncul sebagai dampak dari Pandemi COVID-19. Hal itu pun, kata Adita, terjadi bukan hanya di Indonesia saja. Maskapai-maskapai penerbangan di seluruh dunia pun mengalami penurunan jumlah armada.

"Sebelum pandemi itu, angka jumlah pesawat secara total bisa mencapai hampir 700-800 armada. Setelah pandemi, ini terjadi karena situasi global juga belum pulih dan ini terjadi di hampir seluruh dunia," kata Adita saat menjadi narasumber dalam acara Rilis Temuan Survei Nasional via Zoom, Rabu (2/10/2024).

Saat ini, kata Adita, jumlah armada yang dimiliki maskapai penerbangan telah mengalami pemulihan. Namun, ia belum mampu mencapai angka seperti sebelum pandemi. Adita menyebut bahwa saat ini baru terdapat sekitar 500 armada yang beroperasi.

"Itu sekarang mungkin baru sekitar 450-an sampai 500 armada ya. Dan ini juga yang menyebabkan suplai dan demand-nya jadi tidak imbang. Demand yang sangat tinggi di penerbangan itu kurang bisa dicukupi oleh suplai pesawat yang ada," ujarnya.

Idealnya, kata Adita, terdapat lebih dari 800 armada untuk memenuhi semua permintaan. Khususnya, penerbangan ke daerah pariwisata super prioritas. Sedikitnya armada pesawat mengakibatkan terbatasnya perjalanan ke destinasi itu.

Adita mengatakan, meskipun pihak maskapai telah mendorong produktivitas tiap pesawat untuk menangkap setiap permintaan, minimnya jumlah armada ini tetap saja berpengaruh pada harga tiket pesawat.

"Ini adalah soal mekanisme pasar di ekonomi. Ada tarif atau harga yang kemudian bisa meningkat karena suplai terbatas, sementara demand-nya tinggi. Di sisi lain, juga ada tarif batas atas dan batas bawah yang kita tetapkan," tuturnya.

Selain itu, Adita juga menyebut bahwa maskapai penerbangan bisa menentukan harga sampai batas atas yang telah ditentukan. Kemenhub, menurutnya, masih terus melakukan pemantauan agar para maskapai masih berada pada koridor dalam penentuan harga pesawat.

"Ya tentu kita ini adalah iklim bisnis yang harus bisa berkompetisi dengan sehat. Itu yang paling utama ya. Jadi, salah satunya adalah tentu kami melakukan pengawasan terhadap berbagai hal," pungkasnya.

Sebelumnya, Satuan Tugas (Satgas) Penurunan Harga Tiket Pesawat menargetkan penurunan harga tiket pesawat sebesar 10 persen sebelum pemerintahan Presiden Joko Widodo berakhir pada Oktober 2024.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) RI, Sandiaga Uno, mengatakan bahwa percepatan pembahasan penurunan harga tiket yang dipimpin oleh Kemenko Marves dan Kemenko Perekonomian ini dilakukan agar masyarakat tetap dapat berwisata dengan biaya terjangkau.

Kalau kemarin kita exercise, Satgas ini Kemenko Marves dan Kemenko Perekonomian, itu sekitar 10 persen bisa turun. Kalau semuanya bisa kita lakukan yang cepat, perkiraan dua, tiga bulan ke depan, mudah-mudahan sebelum bulan Oktober, akhir pemerintahan sudah bisa [diturunkan],” kata Sandiaga, saat ditemui awak media di kantornya, Senin (22/7/2024).