News - Pemerintahan Prabowo Subianto bersama Gibran Rakabuming Raka resmi berjalan pada 21 Oktober 2024. Baru beberapa hari, Prabowo langsung 'mengagetkan' publik dengan mengumumkan kabinetnya, yakni Kabinet Merah Putih, yang 'gemuk' dengan melantik lebih dari 48 menteri, 56 wakil menteri dan membuat 5 badan baru yang dipimpin menteri.

Analis politik sekaligus Ketua Departemen Komunikasi, Media dan Studi Kebudayaan Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo, menilai, kabinet Prabowo bukan hanya soal gemuk, melainkan berbeda dengan pakem presiden sebelumnya di mana kabinet di awal pemerintahan perlu diisi profesional.

"Pak Prabowo justru pertama kali dia membuat, menyusun kabinetnya, mayoritas hampir 60 persennya adalah partai politik sehingga yang profesional sangat sedikit. Jadi ini kan semacam apa ya, melawan tradisi. Berbeda dari sebelumnya. Nah jelas kalau begitu ada kepentingan-kepentingan kan?" kata Kunto saat berkunjung ke kantor Tirto dalam acara podcast For Your Politics.

Kehadiran kabinet gemuk diikuti dengan status Prabowo yang kembali ke 'setelan pabrik'. Prabowo yang dalam Pilpres 2024 dikenal lewat aksi 'gemoy' mulai menunjukkan sikap aslinya yang tegas, keras dan berapi-api usai dilantik pada 20 Oktober 2024. Padahal, Prabowo berhasil memenangkan Pilpres 2024 lewat aksi gemoy di depan publik selama kampanye.

"Pak Prabowo kembali menjadi Pak Prabowo yang kita kenal selama ini, sebelum dia tiba-tiba jadi gemoy. Waktu pemilu 2024, saya pangling dengan Pak Prabowo karena joget-joget. Nggak banyak berapi-api dalam pidato," begitu kata Kunto.

Kunto menilai aksi tersebut merupakan pencitraan politik Prabowo. Ia menilai, upaya menjadi gemoy adalah trik untuk menipu publik. "Ya itu kan pencitraan, kan sah-sah aja gitu. Kita aja yang bisa dibohongin. Cuman kan dengan demikian kita bisa memprediksi pemerintahan Pak Prabowo, gaya komunikasinya terutama akan seperti dia sebelum gemoy. Berapi-api atau bahkan mungkin emosional, marah-marah," kata Kunto.

Kunto menilai, semangat patriotisme dan menggebu-gebu Prabowo itu bisa menjadi bumerang jika gagal dikelola. Ia mengingatkan, publik memilih dia karena gemoy, bukan karena sikap kerasnya.

"Ingat, dia dipilih gara-gara gemoy. Bukan gara-gara berapi-api. Pada pemilu sebelumnya dia berapi-api kalah kan gitu. Jadi mungkin ya itu sifat aslinya, tapi Pak Prabowo harus refleksi bahwa dia dipilih karena gemoy. Bukan karena berapi-api," kata Kunto.

Kunto melihat, pemerintahan Prabowo mungkin tidak mengarah pada otoriter, melainkan militeristik. Akan tetapi, pemerintahan Prabowo butuh oposisi untuk menjaga keseimbangan pemerintahan dan itu ada di PDIP.

"Kita sangat berharap PDIP tetap di luar barisan untuk menjaga ini. Karena PDIP punya track record sebagai oposisi yang lumayan kuat. Nah ini yang kemudian jadi harapan kita bahwa ada yang mengontrol Pak Prabowo. Tapi kalau akhirnya ini masuk juga PDIP, barangnya masuk juga, itu juga akan susah kemudian menghindari," kata Kunto.

Tidak hanya bicara soal kabinet dan semangat oposisi, Kunto juga berbicara kemungkinan matahari kembar di mana Wapres Gibran Rakabuming Raka disebut-sebut sebagai boneka Presiden ke-7 RI, Joko Widodo, di pemerintahan Prabowo. Selain itu, kehadiran isu fufufafa hingga potensi cawe-cawe 'Mulyono', nama satire yang merujuk ke Joko Widodo, lewat Gibran yang notabene anaknya ikut dibahas Kunto.

Penasaran? Berikut isi wawancaranya dengan Tirto:

Anda melihat kondisi Kabinet Gemuk Prabowo seperti apa?

Kalau boleh saya mencoba membandingkan dengan pemerintahan sebelumnya, aman Pak SBY, zaman Pak Jokowi ketika mereka pertama menjadi presiden, kabinet yang dibentuk itu lebih banyak kabinet yang sifatnya profesional.

Kita ingat Pak Jokowi misalnya pada 2014. Bagaimana kabinetnya isinya orang profesional semua. Sedikit yang dari partai gitu kan? Sampai akhirnya 2015 dia diancam di-impeach oleh partainya sendiri. Nah, Pak SBY juga demikian. Isinya orang-orang profesional, teknokrat, gitu-gitu.

Nah, ini nampaknya berbeda dengan Pak Prabowo kali ini. Pak Prabowo justru pertama kali dia membuat, menyusun kabinetnya, mayoritas hampir 60 persennya adalah partai politik sehingga yang profesional sangat sedikit. Jadi ini kan semacam apa ya, melawan tradisi. Berbeda dari sebelumnya. Nah jelas kalau begitu ada kepentingan-kepentingan kan? dan kita lihat bahwa selama ini Pak SBY, Pak Jokowi mungkin pertama kali ketika mereka jadi presiden, misinya lebih untuk mengembalikan kepercayaan publik dan kepercayaan pasar. Sehingga dia isi itu kabinet oleh profesional. Tapi, kali ini, Pak Prabowo melihat bahwa, nggak perlu lagi karena rakyat, mayoritas sudah memilih saya. Saya menang satu putaran.

Yang kedua, problem bagaimana akhirnya Pak Jokowi di era sebelumnya, itu berusaha merangkul semua kekuatan politik yang ada untuk menciptakan stabilitas dan ini kan jadi status quo selama paling tidak lima tahun terakhir. Status quo ini bahaya kalau diganggu ketika masa transisi. Jadi Pak Prabowo sangat sadar itu sehingga ada 17 lebih menteri dan wakil menteri dari pemerintah Pak Jokowi. Itu kan cara untuk mempertahankan status quo.

Pak Prabowo berorientasi pada kekuatan-kekuatan politik yang mendukung kekuasaannya. Pak Prabowo tampaknya tidak terlalu peduli dengan kepercayaan pasar dan kepercayaan publik.