News - Presiden Joko Widodo mempertanyakan motif mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo menuding dirinya mengintervensi kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto alias Setnov. Jokowi memastikan tidak ada pertemuan dengan Agus terkat hal tersebut.
"Saya suruh cek, saya sehari itu berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg. Enggak ada. Agenda yang di setneg enggak ada. Tolong di cek lagi deh," kata Jokowi di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (4/12/2023).
Pada 2017, Jokowi menyampaikan kepada Setya Novanto yang kala itu menjabat Ketua DPR RI agar mengikuti proses hukum di KPK.
"Jelas, berita itu ada semuanya," kata Jokowi.
Selain itu, Jokowi mengatakan proses hukum yang menjerat politikus Partai Golkar itu terus berjalan dan mendapatkan vonis 15 tahun penjara.
"Terus untuk apa diramaikan itu? kepentingan apa diramaikan itu? untuk kepentingan apa," tanya Jokowi.
Belum lama ini, mantan Ketua KPK Agus Rahardjo nenyebut Jokowi berupaya mengintervensi penanganan perkara di KPK, yakni kasus korupsi e-KTP yang menjerat Setya Novanto. Ia mengaku bertemu dengan Jokowi dan Mensesneg Pratikno saat membahas kasus tersebut.
"Saya terus terang waktu kasus e-KTP saya dipanggil sendirian oleh presiden. Pada waktu itu didampingi pak Pratikno," kata Agus dalam acara Rosi di Kompas TV. Reporter Tirto sudah mendapat izin dari Agus Rahardjo untuk mengutip isi pernyataan dalam acara tersebut.
Agus bercerita dirinya memasuki ruangan yang berbeda dengan ruangan pertemuan wartawan. Saat itu, Agus kaget Jokowi marah dan meminta perkara korupsi e-KTP di KPK dihentikan.
"Presiden sudah marah, menginginkan waktu saya masuk dia sudah teriak hentikan. Kan saya heran yang dihentikan apanya? Saat itu saya baru tahu yang suruh dia hentikan kasus Pak Setnov," kata Agus.
Agus kemudian menyampaikan dirinya sudah kadung menandatangani surat perintah penyidikan (sprindik) perkara e-KTP sehingga tidak mungkin dibatalkan.
"Sprindik itu kan sudah saya keluarkan tiga minggu lalu dari presiden bicara itu. Sprindik itu karena KPK tidak punya SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). Tidak mungkin saya berhentikan, saya batalkan," kata dia.
Agus lantas menyebut kejadian tersebut memicu revisi Undang-Undang KPK. Ia engatakan KPK lantas diserang buzzer dengan istilah KPK sarang taliban. "Sebelum revisi UU KPK, anda juga perlu dipahami buzzer bukan main kan?," kata Agus.
Terkini Lainnya
Artikel Terkait
Gelar PAKU Integritas Capres-Cawapres, KPK: Bukan Buat Pansos
Nasdem Tertarik Usulan Cari Pengganti Firli Bahuri Lewat Pansel
Ketua Komisi III DPR Ungkap Kriteria Ketua KPK Pengganti Firli
Pengganti Firli Dipilih dari Hasil Uji Kelayakan Capim KPK 2019
Populer
Mahasiswi Untar Diduga Bunuh Diri Loncat dari Gedung Kampus
Kapolres Boyolali Meninggal Dunia usai Alami Kecelakaan
MenPAN-RB Ungkap Update Terbaru Nasib Gaji Tunggal PNS
Srimul: 11 Juta Lapangan Kerja Tercipta di Tengah Isu Banyak PHK
Pramono Sebut Jabar Belum Ramah Disabilitas, RK: Saya Minta Maaf
Potret Buram Kondisi Pertanian & Pekerja Tani di Indonesia
PDIP Sudah Dukung Prabowo-Gibran sejak Puan Jadi Ketua DPR Lagi
Senjakala Demokrasi di Poco Leok: Jurnalis-Warga Disikat Aparat
Flash News
Atasi Tawuran, RK Siapkan Program Micro Library & Car Free Night
Para Hakim Cuti, PN Jaksel Tunda Sidang, PN Jakpus Tunggu Arahan
PDIP Sudah Dukung Prabowo-Gibran sejak Puan Jadi Ketua DPR Lagi
Pimpinan DPR Masih Dapat Rumah Dinas di Widya Chandra & Kuningan
KPK Tangkap 6 Orang dalam OTT di Kalsel, Uang Rp10 Miliar Disita
Istana Bantah Jokowi Tak Menyalami Try Sutrisno saat HUT TNI
Kemenag Pastikan KUA Tolak Melayani Pernikahan di Bawah Umur
Pramono Janjikan Warga Kedoya Jaminan Kampungnya Tak Digusur
Dasco Ungkap akan Ada Badan Aspirasi Rakyat di DPR RI
Kemenag Belum Diajak Bicara soal Pembentukan Kementerian Haji
Kemenag Pilih Tak Intervensi Pesantren soal Kasus Kekerasan
Hakim PN Semarang Tak Ikut Cuti Bersama Perjuangkan Hak
Gerindra Pastikan Keppres Pemindahan IKN akan Diteken Prabowo
Kemenag akan Gelar Religion Festival di Jiexpo pada 9 Oktober
Minus Rumah Dinas, Tunjangan Anggota DPR Bisa di Atas Rp70 Juta