News - Fenomena calon legislatif terpilih yang maju dalam kontestasi Pilkada 2024 membuat gerah sejumlah pemerhati masalah kepemiluan. Bak kutu loncat dan aji mumpung, caleg terpilih macam itu dinilai mengabaikan mandat rakyat yang memilih mereka berkiprah di legislatif. Tidak hanya mengabaikan etika politik, fenomena ini mengindikasikan macetnya kaderisasi partai politik di Indonesia.
Masalahnya, penyelenggara pemilu seakan memberi karpet merah terhadap fenomena ini. Alih-alih meminta caleg terpilih mundur jika maju pilkada, Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru menegaskan bahwa pencalonan caleg terpilih tetap sah. Hal ini disampaikan oleh Ketua KPU RI, Hasyim Asy'ari.
Merujuk Putusan MK Nomor 12/PUU-XXII/2024, KPU harus mensyaratkan caleg terpilih membuat surat pernyataan bersedia mengundurkan diri apabila telah dilantik menjadi anggota DPR, DPD, dan DPRD saat maju menjadi calon kepala daerah. Hasyim berdalih, caleg terpilih tidak perlu mundur karena belum dilantik yang otomatis belum menjabat.
Dia menjelaskan, yang wajib mundur dari jabatannya hanya anggota DPR/DPD/DPRD petahana yang kembali terpilih dalam Pileg 2024. Dalam kesempatan lain, Hasyim juga menilai tidak ada larangan bagi caleg terpilih untuk dapat dilantik susulan. Membuka tafsiran bahwa caleg terpilih yang berlaga di pilkada dan gagal, mereka masih bisa dilantik sebagai anggota legislatif setelahnya.
Pengajar hukum pemilu dari Universitas Indonesia, Titi Anggraini, mengatakan, caleg yang baru terpilih tapi maju pilkada hanya mempermainkan mandat rakyat. Di sisi lain, fenomena ini mengindikasikan mampetnya kaderisasi partai politik di mana rekrutmen politik bertumpu hanya pada segelintir kader saja.
“Selain itu, pemilu seolah hanya jadi ajang tes ombak di mana si caleg hanya berperan pragmatis sebagai pengumpul suara tanpa benar-benar serius memperjuangkan aspirasi konstituen. Semestinya publik jeli menilai figur politik yang berperilaku kutu loncat seperti itu,” ujar Titi kepada reporter Tirto, Selasa (14/5/2024).
Menanggapi perkataan Ketua KPU, Titi menilai hal tersebut jadi semacam akal-akalan saja. Padahal, maksud MK dalam putusan Nomor 12/PUU-XXII/2024, artinya tidak boleh ada irisan antara status anggota DPR, DPD, dan DPRD dengan status sebagai pasangan calon yang maju di pilkada. Maka, kata Titi, akan bertentangan dengan maksud putusan MK kalau terhadap calon anggota DPR dan DPD terpilih hasil Pileg 2024 dilakukan pelantikan susulan dengan alasan mereka sedang maju atau ikut pilkada.
“Dengan demikian, sebagai contoh bagi anggota DPR dan DPD hasil Pileg 2024 yang dilantik 1 Oktober 2024 harus dilakukan pergantian antar waktu (PAW) sebagai anggota DPR dan DPD akibat konsekuensi pertimbangan hukum Putusan MK tersebut,” jelas Titi.
Titi menyampaikan, UU MD3 dan UU Pemda mengatur bahwa pelantikan anggota DPR, DPD, dan DPRD dilakukan secara bersama-sama. Untuk DPR dan DPD terjadwal dilakukan pada 1 Oktober 2024. Pelantikan susulan dalam PKPU 6/2024 hanya dilakukan jika calon anggota DPR/DPD/DPRD terpilih menjadi tersangka tindak pidana korupsi.
“Kalau sampai caleg terpilih DPR dan DPD bisa dilantik menyusul karena alasan maju pilkada, maka hal itu inkonstitusional karena telah merusak prinsip kebersamaan kedudukan di dalam hukum dan pemerintahan sebagaimana dijamin dalam Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D ayat (3) UUD 1945,” ungkap Titi.
Selain itu, pelantikan susulan hanya untuk maju pilkada melanggar hak warga negara atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum sebagaimana ditentukan dalam Pasal 28D ayat (1) dan Pasal 22E ayat (1) UUD 1945. Menurut Titi, kalau itu terjadi artinya hukum sudah dimanipulasi dan direkayasa untuk kepentingan pribadi segelintir orang.
“Jangan sampai pernyataan Ketua KPU tersebut merupakan pesanan dari caleg terpilih DPR dan DPD yang maju pilkada 2024 tapi tetap mau mengamankan kursi DPR dan DPD-nya apabila kalah dalam pilkada,” tegas Titi.
Terkini Lainnya
Ajang Cari Bakat Semata
Artikel Terkait
Dedi-Erwan Raih Suara Terbanyak di Pilkada Jawa Barat 2024
Salah, Pernyataan Hoaks Terkait Polda Riau Segel Rumah Muflihun
Video Satir, Reaksi Speed ke Ucapan Rano Karno di Debat Pilkada
Video Ronal Menangis Karena Kalah di Pilkada Jabar, Apa Benar?
Populer
Grab Siap Beri Data Mitra Pengemudinya untuk Didata Pemerintah
Dedi-Erwan Raih Suara Terbanyak di Pilkada Jawa Barat 2024
Kronologi Kasus Penembakan Terduga Begal di Lampung Versi Polisi
Respons Polri soal 6 Perwira Terlibat Kasus Sambo Naik Pangkat
Usaha Panjang Untuk Menjaga Sang Ibu Lautan
Fenomena Parpol Berebut Jokowi: Antara Kepentingan dan Ketakutan
Panglima TNI Angkat Letjen M. Fadjar Jadi Pangkostrad
Sidang Etik Polisi Tembak Siswa SMK: Dipecat Tidak Hormat
Flash News
Dedi-Erwan Raih Suara Terbanyak di Pilkada Jawa Barat 2024
Polisi Tembak Siswa SMK di Semarang Resmi Jadi Tersangka
Polisi Penembak Siswa SMK Ajukan Banding atas Pemecatannya
Mahkamah Agung: 11 Satuan Kerja Belum Penuhi Syarat Antisuap
Sudirman Said: Munas PMI Tandingan versi Agung Laksono Ilegal
Dishub Bali Memprediksi 2,7 Juta Turis Masuk Bali saat Nataru
Warga Kolong Tol di DKJ Wajib Bayar Sewa Rusun Mulai Bulan ke-7
Respons Polri soal 6 Perwira Terlibat Kasus Sambo Naik Pangkat
Panglima TNI Angkat Letjen M. Fadjar Jadi Pangkostrad
Keluarga Korban Hadir Sidang Etik Penembak Siswa SMK di Semarang
Polisi Periksa Ibu MAS Terkait Peristiwa Pembunuhan Lebak Bulus
Eks Bupati Sidoarjo Gus Muhdlor Dituntut 6 Tahun 4 Bulan Penjara
PPP akan Gelar Mukernas 13-15 Desember 2024 di Ancol
Lalu Lintas selama Libur Nataru 2024/2025 Diatur Melalui SKB
Agung Laksono akan Bawa Hasil Munas PMI Tandingan ke Kemenkumham