News - Sebanyak 40 calon pimpinan (capim) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinyatakan lulus tes tertulis yang dilakukan oleh panitia seleksi. Dari 40 nama tersebut, wajah-wajah petahana era Firli Bahuri terlihat masih mendominasi. Dua pimpinan KPK yang dinyatakan lulus, yakni Nurul Ghufron dan Johanis Tanak.

Selain itu, ada pula tiga pejabat setingkat deputi yang juga dinyatakan lulus tes tertulis. Mereka adalah Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring, Pahala Nainggolan; Deputi Koordinasi dan Supervisi, Didik Agung Widjanarko; serta Deputi Pendidikan dan Peran Serta Masyarakat, Wawan Wardiana.

"Yang pasti tidak akan ada perubahan di KPK kalau orang yang sama diloloskan ke depan," ujar Ketua Pusat Studi Anti Korupsi (SAKSI) Universitas Mulawarman, Orin Gusta Andini, kepada Tirto, menanggapi lulusnya nama-namanya petahana di KPK, Jumat (9/8/2024).

Orin mengatakan bahwa walaupun jumlahnya hanya satu-dua orang, hal itu tetap saja akan menularkan dan mempengaruhi kinerja KPK ke depan. Oleh karenanya, dia berharap Pansel Capim KPK seharusnya bisa bersikap dan berpihak pada aspirasi publik, bukan justru mengakomodasi petahana KPK.

"Lagian buat apa memilih orang yang sudah pernah gagal, kecuali memang tidak menginginkan perubahan," tandas Orin.

Peneliti SAKSI dari Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Herdiansyah Hamzah, menambahkan bahwa dari daftar 40 nama yang lulus tes tertulis capim KPK tersebut, belum ada yang sesuai ekspektasi publik. Bahkan, adanya wajah-wajah lama itu bisa dibilang sangat mengecewakan.

"Pertama, masih ada nama mantan komisioner KPK di rezim Firli Bahuri, yakni Nurul Ghufron dan Johanis Tanak. keduanya gagal memimpin KPK dan tidak patut diberikan kesempatan kedua,” ujar Herdiansyah kepada Tirto, Jumat (9/7/2024).

Menurut pria yang akrab disapa Castro itu, keduanya termasuk yang dulu cenderung “pasang badan” buat Firli saat ditetapkan tersangka dugaan tindak pidana korupsi berupa pemerasan atau gratifikasi atau suap terkait penanganan permasalahan hukum di Kementan RI pada kurun 2020-2023.

"Bagi saya, semua pimpinan KPK di rezim Firli, 'haram' diberikan ruang untuk kembali memimpin KPK," tegas Castro.

Hal senada juga diungkapkan peneliti dari Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola. Menurutnya, Nurul Ghufron dan Johanis Tanak seharusnya tak layak diloloskan sejak awal karena mereka gagal dalam memulihkan dan mengembalikan nama baik KPK.

"Ghufron dan Tanak memiliki rekam jejak dugaan pelanggaran kasus etik beberapa kali ke Dewan Pengawas (Dewas) KPK" terang Alvin.

Tanak pernah diusut Dewas KPK dalam kasus chat percakapan dengan pejabat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Muhammad Idris Froyoto Sihite. Percakapan itu diduga terjadi saat ada proses penyidikan perkara dugaan korupsi di ESDM.

Sementara itu, Ghufron diduga melakukan penyalahgunaan wewenang sebagai pimpinan KPK dalam membantu mutasi pegawai Kementerian Pertanian (Kementan).