News - Andika hanya tertawa saat mendengar kabar akan ada iuran program pensiun tambahan yang bersifat wajib. Baginya, alih-alih membantu, program ini dinilai akan jadi beban baru sekalipun pendapatannya sudah di atas Upah Minimum Provinsi (UMP) Jakarta.

Ayah satu orang anak itu mengatakan dengan pendapatan terbilang cukup, ia tetap tidak rela jika ada tambahan potongan baru. Pasalnya, selama ini sudah ada program BPJS Ketenagakerjaan untuk program jaminan hari tua. Baginya, itu sudah cukup membantu pekerja di kemudian hari.

"Jadi cara berpikirnya pemerintah itu aneh. Dikira gaji pekerja itu utuh. Padahal banyak pengeluaran-pengeluaran atau pos-pos yang berjalan," kata pekerja berusia 32 tahun itu kepada Tirto, Kamis (5/9/2024).

Pria asal Cikarang itu mencontohkan, pengeluarannya selama ini sudah terbagi untuk beberapa pos. Mulai dari tabungan, biaya cicilan rumah, sekolah, dan kebutuhan lainnya. Jika ditambah dengan beban baru, otomatis akan memberatkan karena pendapatan bersih diterima akan berkurang.

"Lebih baik dikaji ulang dulu. Jangan justru buat kebijakan malah berdampak [ke pekerja]," imbuhnya.

Tidak hanya Andika, pekerja lainnya yakni Desti (bukan nama sebenarnya) juga tidak reka jika gajinya dipotong karena harus mengikuti program iuran tambahan untuk pensiun. Alasannya karena tujuan dari program tersebut belum jelas, dan kedua otomatis akan memberatkan.

"Tujuannya harus jelas dulu, iuran dibebankan pekerja berapa? Kalau besar ya jadi beban juga akhirnya," ujar wanita yang bekerja sebagai tenaga ahli di salah satu Kementerian itu kepada Tirto, Kamis (5/9/2024)

Saat ini pemerintah memang tengah menggodok Peraturan Pemerintah (PP) terkait program pensiun wajib pekerja. PP ini menjadi aturan turunan dari Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang dirancang untuk meningkatkan replacement ratio pekerja.

Replacement ratio merupakan rasio pendapatan pekerja saat pensiun dibandingkan nilai gaji yang diterima saat masih aktif bekerja.

"Tindak lanjut pasal 189 ayat 4 di mana pemerintah dapat membuat program pensiun tambahan yang bersifat wajib untuk pekerja dengan penghasilan tertentu yang dilaksanakan secara kompetitif," kata Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Ogi Prastomiyono, saat memberikan sambutan di acara HUT ADPI, di Jakarta, dikutip Tirto, Rabu (4/9/2024).

Menurut Ogi, replacement ratio perlu dilakukan karena saat ini Indonesia masih berada di level 15-20 persen. Padahal, Organisasi Ketenagakerjaan Internasional atau International Labour Organization (ILO) menetapkan nilai replacement ratio setidaknya 40 persen dari penghasilan terakhir pekerja.

Sementara berdasarkan Pasal 189 ayat 4 UU P2SK, disebutkan bahwa kriteria pekerja yang dikenai dana pensiun wajib adalah yang telah memiliki pendapatan di atas batas tertentu. Meski begitu, Ogi tak menyebutkan lebih lanjut berapa minimal nominal gaji pekerja yang bakal dikenakan kewajiban membayar iuran dana pensiun tersebut.

"Pekerja yang memiliki penghasilan melebihi nilai tertentu, diminta untuk tambahan iuran pensiun secara sukarela, tambahan tapi wajib, ini akan diatur dalam PP dan POJK yang sedang disusun," terang Ogi.