News - Cholifatul Nur, merasa kecewa ketika mendengar putusan Hakim Pengadilan Negeri Surabaya terhadap korban Kanjuruhan dalam sidang hari terakhir yang digelar pada Selasa (31/12/2024). Sidang yang dimulai sejak 10 Desember 2024 itu memang mengabulkan restitusi yang diajukan oleh korban Kanjuruhan, namun hanya sebesar Rp1,07 milliar dengan rincian Rp15 juta untuk 63 korban yang meninggal dunia dan Rp10 juta untuk 8 korban yang mengalami luka-luka.

Restitusi itu jauh dari gugatan mereka yang berada pada kisaran Rp17,5 milliar dengan rincian Rp250-Rp500 juta untuk korban yang meninggal dunia dan Rp25-Rp75 juta untuk korban yang mengalami luka-luka.

“Itu, kan, jelas jomplang banget karena kurang dari 10 persen. Padahal paling enggak untuk asuransi jiwa saja sekitar Rp120 juta,” ucap Cholifatul saat dihubungi kontributor Tirto pada Selasa (7/1/2015).

Mulanya, penyintas Kanjuruhan itu mengira bahwa hakim akan memberikan angin surga bagi korban dengan menunjukkan gelagat pemihakan. Ada perasaan gembira yang terendap dalam lubuk hatinya. Namun, setelah putusan dibacakan dan ditetapkan, angin itu nyatanya membawa api yang memupuskan harapannya.

“Awalnya hakim itu seolah-olah seperti memihak kami. Tapi setelah putusan itu ditetapkan ternyata enggak,” ungkapnya dengan lara.

Lika-liku Sidang Restitusi

Daniel Alexander Siagian, pendamping korban Kanjuruhan yang juga menjadi Koordinator Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pos Malang mengingatkan bahwa gugatan restitusi itu sudah dilakukan sejak Februari 2023 ketika sidang terhadap 5 terdakwa Kanjuruhan berlangsung.

Kala itu, keluarga korban beserta pendamping yang kemudian diwakili oleh Lembaga Perlindungan dan Saksi Korban (LPSK) mengajukan permohonan restitusi agar setidaknya dicantumkan dalam tuntutan jaksa penuntut umum.

Permohonan itu kembali digulirkan pada Selasa (3/10/2023), sekitar sebulan lebih setelah putusan inkrah vonis kasasi terhadap 5 terdakwa. Namun, Pengadilan Negeri Surabaya baru merespons setahun kemudian melalui surat pemanggilan, tepatnya pada Kamis (21/11/2024).

“Artinya ada 1 tahun lebih ya Pengadilan Negeri Surabaya itu memberikan ketidakpastian pada keluarga korban,” terang Daniel saat dihubungi kontributor Tirto pada Selasa (7/1/2024).