News - Jaksa Agung, ST Burhanuddin, mengakui masih ada para jaksa di daerah yang berbuat kesalahan alias nakal. Burhanuddin sejatinya enggan mencari-cari kesalahan jaksa di daerah.

Hal ini ia nyatakan di depan kepala daerah se-Indonesia sekaligus perwakilan jaksa yang ikut di agenda Rakornas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Tahun 2024 di Sentul, Bogor, Jawa Barat, Kamis (7/11/2024).

"Saya juga ingin kesadaran kita semua, terutama teman-teman di daerah. Bahwa kami bukan mencari kesalahan-kesalahan sehingga teman-teman di daerah menjadi objek kami, kami tidak menginginkan itu," kata Burhanuddin.

Ia mengingatkan para jaksa dan juga pegawai di Kejaksaan mencintai Tanah Air, salah satunya dengan cara tidak melakukan praktik korupsi.

Sebab, kata Burhanuddin, dunia menilai praktik korupsi di Indonesia tergolong tinggi. Bahkan, Indonesia tergolong sebagai negara terkorup.

Ia lantas meyakini tidak ingin ada pihak di Kejaksaan yang suka dengan label Indonesia negara terkorup.

"Yang kami inginkan adalah mari cintai negeri ini. Kita rawat negeri ini dan tentunya karena penilaian dunia terhadap korupsi Indonesia sangat rendah. Dan untuk itu bahkan kita masuk ke wilayah negara yang paling korup," ujar Burhanuddin.

"Saya yakin semua juga tidak ingin negara kita disebut adalah negara yang paling korup. Saya yakin kita masih punya harga diri," lanjutnya.

Sebagai informasi, jaksa di Tanah Air memang beberapa kali tersandung kasus korupsi. Kasus terpopuler dan menyita perharian masyarakat, yakni kasus Jaksa Sirna Malasari Pinangki, merupakan terpidana kasus pengurusan fatwa bebas untuk Djoko Tjandra.

Pada pertengahan Juni 2021, majelis hakim Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta mengeluarkan putusan terhadap banding Pinangki. Dalam putusan tersebut, hukuman Pinangki dikurangi dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara.

Hingga batas waktu pengajuan kasasi pada 5 Juli 2021, jaksa penuntut umum maupun Pinangki tidak mengambil upaya hukum kasasi. Putusan PT DKI atas Pinangki lantas berkekuatan hukum tetap.