News - Istri Presiden RI ke-4, KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur, Sinta Nuriyah, mengunjungi Gedung MPR/DPR/DPD RI untuk menerima surat penegasan tak berlakunya Ketetapan (TAP) MPR Nomor II/MPR/2001 tentang Pertanggungjawaban Presiden Abdurrahman Wahid yang berisi pemberhentian sebagai presiden.

Sinta yang didampingi putrinya, Yenny Wahid, beserta anak-anak dan keluarganya, tiba di Kompleks Parlemen pada Minggu (29/9/2024) pukul 11.00 WIB dan langsung menuju ke Ruang Delegasi Nusantara IV MPR RI. Sejumlah Pimpinan MPR pun hadir untuk menyambut kedatangan Sinta dan Yenny.

"Kita tegaskan TAP MPR Nomor II Tahun 2001 tak berlaku lagi, oleh karenanya seluruh implikasi hukum menjadi gugur dengan sendirinya," kata Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo.

Sejumlah Pimpinan MPR yang hadir selain Bamsoet adalah para Wakil Ketua MPR RI, yakni Ahmad Muzani, Hidayat Nur Wahid, Jazilul Fawaid, dan Amir Uskara.

Selain itu, sejumlah tokoh bangsa juga hadir, antara lain Mantan Menkopolhukam, Mahfud MD; Mantan Menteri BUMN, Dahlan Iskan; Pakar Hukum, Jimly Asshiddiqie. Kemudian ada pula sejumlah legislator dari Partai PKB.

Menurut Bambang Soesatyo, keputusan tak berlakunya lagi TAP MPR tersebut didukung oleh seluruh fraksi partai politik di MPR. Ia menambahkan, Gus Dur merupakan sosok pemimpin bangsa yang inspiratif, visioner, dan humoris.

"Sebagai tokoh bangsa, Gus Dur menjadikan humor sebagai kritik yang menohok. Akan terasa pahit dan getir bagi yang disasar, tapi relevan bagi masyarakat yang terwakili aspirasinya," katanya

Surat penegasan tak berlakunya lagi TAP MPR tentang Gus Dur itu, Bambang berharap MPR bisa mendorong pemerintah agar presiden yang dijuluki Bapak Pluralisme itu bisa mendapat penghargaan.

Sebelumnya, MPR RI juga telah memberikan hal serupa kepada Presiden Sukarno dengan menegaskan TAP MPRS Nomor XXXIII/MPRS/1967 tentang Pencabutan Kekuasaan Pemerintah Negara dari Presiden Sukarno, sudah tak berlaku lagi.

Selain itu, MPR RI juga melakukan hal serupa kepada Presiden Soeharto melalui penyesuaian TAP MPR Nomor 11 Tahun 1998 tentang Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN yang mencabut nama Soeharto.