News - Bersama dengan Solo, Yogyakarta telah ditetapkan sebagai Kota Batik Dunia pada 18 Oktober 2014 oleh Dewan Kerajinan Dunia atau World Craft Council. Di samping itu, batik telah menjadi warisan budaya Indonesia yang telah diakui UNESCO, serta ditetapkan sebagai Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Non-bendawi atau Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity pada 2 Oktober 2009.

Mengiring itu, tumbuh generasi pelestari dengan segudang inovasi. Mulai dari pengembangan motif batik, pemasaran, sampai teknologi yang berbasis lingkungan dengan tetap mempertahankan teknik asli batik.

Sebagai informasi, batik bukan hanya lembaran kain bergambar. Batik sebetulnya lebih menekankan pada teknik, simbol, dan kebudayaan. Teknik ini berkenaan dengan pewarnaan kain katun dan sutra dengan tangan (hand-dyed) yang berasal dari Indonesia. Menggunakan malam atau lilin, batik ditera atau dibubuhkan pada kain sebagai perintang warna. Melalui teknik ini, terbentuk gambar yang menyimbolkan suatu budaya. Pada perkembangannya, beberapa motif batik, kemudian jadi motif larangan atau hanya boleh dikenakan oleh kalangan khusus di lokasi tertentu.

Batik pun menjadi alat diplomasi yang dipopulerkan oleh Presiden ke-2 RI, Soeharto. Pria kelahiran 8 juni 1921 di Kemusuk, Kalurahan Argomulyo, Kapanewon Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) ini pertama kali mengenakan batik saat hadir di konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Bahkan sepanjang 1980-an sampai 1990-an, Soeharto biasa memberikan cinderamata batik kepada para pemimpin negara sahabat.

Ingin mengulang keberhasilan itu, muncul inovasi batik kelapa sawit yang salah satunya dikembangkan oleh pengusaha batik asal Wirobrajan, Kota Yogyakarta bernama Miftahudin Nur Ihsan.

DI Yogayakarta, sebetulnya jauh dari sawit. Tentu tidak akan ditemukan perkebunan sawit di provinsi dengan luas wilayah hanya 3.186 kilometer persegi itu. Namun, Ihsan mengaku tertantang untuk mengembangkan batik sawit.

“Sekarang fokus kami betul mengembangkan batik kelapa sawit,” ujar pemilik CV Smart Batik itu pada kontributor Tirto saat ditemui di Taman Pintar Kota Yogyakarta, pada Kamis (5/9/2024).

Ihsan menjelaskan, batik kelapa sawit yang dia maksud adalah batik yang menggunakan malam atau lilin yang memakai produk sampingan kelapa sawit. “Kami punya satu brand lagi yang khusus, yaitu Batik Sawit. Di situ produknya batik tulis khusus dibuat dengan malam sawit,” kata dia.

Ihsan menjelaskan, batik sawit menekankan pada penggunaan malam dari kelapa sawit. Dia mulai menerapkan malam kelapa sawit sejak September 2023.

“Ternyata hasilnya bagus, pembatik kami ternyata juga senang. Karena malamnya relatif tidak berbau, berbeda dengan malam yang biasa dipakai dengan parafin. Itu pembatik terkadang tidak nyaman karena baunya nyegrak. Dari situ kami terus pakai malam sawit,” kata dia.