News - Indonesia berkomitmen untuk bertransisi ke Sustainable Aviation Fuel (SAF) sebagai bahan bakar ramah lingkungan untuk penerbangan. Komitmen tersebut disampaikan Menteri Perhubungan (Menhub), Budi Karya Sumadi, di Asia Pacific Air Transport Forum 2024, Bali Nusa Dua Convention Center (BNDCC), Selasa (17/9/2024)

Budi memaparkan, dengan kondisi penggunaan avtur yang masif, Indonesia mulai mengubah komposisi avturnya ke bahan ramah lingkungan secara bertahap. Apalagi, saat ini status Indonesia adalah anggota aktif International Civil Aviation Organisation (ICAO).

“Dari ICAO dan Indonesia, sebagai salah satu anggota yang aktif berpusat di Montreal, kita berpikir bahwa avtur tidak saja menggunakan bahan bakar fosil, tetapi kita akan meningkatkan atau mengubah secara bertahap dengan avtur yang ramah lingkungan,” kata dia.

Koordinasi mengenai transisi bahan bakar sudah dilakukan bersama dengan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi (Kemenko Marves). Selain itu, Kemenhub juga telah mengajak beberapa pihak untuk berdiskusi karena berkaitan dengan banyak lini.

“Pembicaraan sudah kami lakukan. Pak Menko (Luhut Binsar Pandjaitan) sudah melakukan beberapa inisiatif. Beberapa pihak sudah kita ajak untuk bersama-sama karena ini berkaitan dengan teknis, finansial, dan juga berkaitan dengan pemasaran,” kata Budi Karya.

Saat ini Indonesia masih mengupayakan penelitian dan pencarian bahan baku untuk dijadikan campuran avtur. Rencananya, Indonesia akan memiliki pabrik atau bahan baku yang bisa digunakan untuk membuat avtur ramah lingkungan.

“Sekarang kita masih harus berjuang membuat suatu skala ekonomi yang baik, tapi di masa yang akan datang, Indonesia memiliki suatu tempat atau bahan yang bisa menjadi campuran dari avtur. Tentu menjadi suatu produsen, bukan saja sebagai pengguna,” kata Budi.

Budi mengatakan, tahapan produksi SAF akan dimulai pada 2027. Sementara itu, diperkirakan Indonesia akan menggunakan SAF sebagai bahan bakar pesawat secara keseluruhan pada 2060.

“Butuh waktu karena teknologinya dibutuhkan, tetapi pricing-nya (harganya) harus mencari titik ekuilibrium yang baik,” kata dia.