News - Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Esther Sri Astuti, mengungkapkan kebijakan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12,5 persen pada awal 2025 berpotensi membuat ekonomi Indonesia terkontraksi. Sebab, ketika pemerintah mengerek tarif PPN, daya beli masyarakat praktis ikut mengalami pelemahan yang didorong oleh turunnya nominal pendapatan masyarakat.

Pada saat yang sama, kenaikan tarif PPN juga bakal membuat inflasi mengalami kontraksi. Pun dengan kinerja ekspor dan impor yang juga dinilai bakal anjlok.

“Maka yang terjadi adalah ternyata kenaikan tarif ini membuat perekonomian terkontraksi. Artinya upah nominal turun, income riil turun, inflasi juga akan terkontraksi jadi minus, PDB atau pertumbuhan ekonomi turun, konsumsi masyarakat turun, ekspor impor pun turun. Jadi kurang lebih angkanya ada di sekitar itu. kenaikan tarif PPN itu akan membuat kontraksi perekonomian,” kata Esther, dalam Diskusi Publik Indef dengan tema Moneter dan Fiskal Ketat, Daya Beli Melarat, dikutip dari akun Youtube Indef, Kamis (12/9/2024).

Kontraksi ekonomi akan semakin dalam, apabila pemerintah memutuskan untuk meberlakukan pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite.

Menurut Esther, pembatasan Pertalite memang bisa jadi menghemat fiskal. Ini terjadi karena penyaluran subsidi akan lebih tepat sasaran, seiring dengan alokasi BBM subsidi yang bakal disesuaikan pemerintah.