News - Peneliti ekonomi makro dan keuangan dari Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Riza Annisa, berpendapat seharusnya pemerintah dapat mengantisipasi persoalan pangan yang sering kali mengalami pergeseran masa panen.
Hal ini juga didorong untuk melakukan riset dan mencari jalan keluar sehingga tidak menyalahkan perubahaan iklim.
"Harusnya masalah perubahan iklim bisa diantisipasi dan perlu kerja sama antarinstansi terkait, BMKG, Kementerian Pertanian, kementerian terkait. Jadi perlu ada rencana, apa yang harus dilakukan, apa yang akan terjadi, ketika iklim berubah apa yang harus langsung bergerak," kata Riza dalam diskusi Catatan Kritis Ekonomi Indonesia, Selasa (7/5/2024).
"Perlu ada inovasi, iklim ini harusnya bisa diantisipasi sejauh mungkin," imbuhnya.
Menurut Riza, pemerintah perlu mendorong performa sektor penyokong Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor pertanian yang mengalami tren menurun dari waktu ke waktu. Dia menyoroti kondisi yang terjadi pada sektor tanaman pangan, khususnya ketahanan pangan masih sangat rentan.
"Jadi ini adalah tantangan terbesar kita untuk bisa meningkatkan, mendorong pertumbuhan dari tanaman pangan," ungkap Riza.
Menurutnya, yang menjadi masalah saat ini dan ke depannya adalah tingkat ketergantungan impor yang masih tinggi. Hal ini yang sering jadi maalah ketika negara eksportir beras memutuskan untuk berhenti mengekspor karena ada ketegangan geopolitik.
"Ketika kita bergantung pada impor bera,s kemudian ada gejolak di global, [misalnya] ketika ada perang di Timur Tengah, ketika eskalasi melebar, jalur perdagangan akan semakin sulit, kemungkinan besar para eksportir beras akan berjaga stok untuk dalam negerinya," ungkapnya.
Pemerintah memang kerap menyalahkan perubahan iklim atas mahalnya harga komoditas pangan dan penurunan produksi beras di dalam negeri.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjelaskan bahwa efek perubahan iklim El Nino menyebabkan produksi beras di dalam negeri anjlok 5,88 juta ton. El Nino terjadi pada periode Desember 2023 hingga Februari 2024.
“Ini berdampak terhadap penurunan produksi beras. Kita lihat produksi beras mulai Juli [2023] hingga Februari [2024], produksi beras kita turun sebesar 5,88 juta ton,” ucap Airlangga dalam Sidang Sengketa Pilpres 2024 di Mahkamah Konstitusi, Jumat (5/4/2024).
Hal senada sempat disampaikan Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Isy Karim, yang menyebut kenaikan harga beras dan telur karena pergeseran masa tanam di tingkat petani akibat El Nino. Menurutnya, perubahan iklim memengaruhi stok dan produksi bahan pokok.
Terkini Lainnya
Artikel Terkait
BKPM Jadi Penerbit Izin Tambang Ormas Agama, Pengawasan di ESDM
Trump Kritik Sikap Kamala Harris ke Israel dalam Konflik Gaza
28 Tahun Kudatuli: Intervensi Penguasa yang Melahirkan Tragedi
LP3ES Luncurkan Forum Juara dan Buka Sekolah Demokrasi
Populer
Kans 2 Jenderal Maju Pilgub Jateng & Rematch Jokowi vs Megawati
MA Tolak Kasasi KPK, Rumah Istri Rafael Alun Dikembalikan
28 Tahun Kudatuli: Intervensi Penguasa yang Melahirkan Tragedi
Hoaks, KLB Polio Disebabkan Vaksin Polio Tipe-2
Menilik Strategi Pj Gubernur Heru Budi Tangani Banjir di Jakarta
Jokowi Mengaku Tidak Tahu Sosok Bandar Judi Online Inisial T
Membayangkan Sayur Asem dan Kerupuk Aci dari New York
Delegasi Bank Dunia Temui Jokowi Bahas Pembiayaan IKN