News - Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 masih akan stagnan di level 5 persen. Selain itu, tingkat inflasi diproyeksi bakal sebesar 2,38 persen dengan nilai tukar rupiah Rp16.100 per dolar Amerika Serikat (AS), tingkat pengangguran terbuka sekitar 4,75 persen, dan tingkat kemiskinan di kisaran 8,8 persen.
Direktur Eksekutif Indef, Esther Sri Astuti, menerangkan, stagnasi ekonomi Indonesia di tahun 2025 disebabkan oleh ketidakpastian kondisi ekonomi global, pasca terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) serta belum meredanya kondisi geopolitik. Selain itu, belum ada stimulus yang efektif untuk menjaga daya beli masyarakat.
“Dari beberapa data yang kami sudah analisis, saat ini kita mengalami perlambatan konsumsi dan pelemahan daya beli masyarakat. Pada sejak Mei sampai dengan September kita mengalami deflasi yang lima bulan berturut-turut,” kata Esther dalam Seminar Nasional: Proyeksi Ekonomi Indef 2025, dikutip akun YouTube Indef, Kamis (21/11/2024).
Adapun pelemahan daya beli ini terlihat dari laju pertumbuhan konsumsi kuartal I-III 2024 yang bertahan rendah, dengan masing-masing berada di level 4,91 persen, 4,93 persen dan 4,91 persen. Kondisi itu lantas disebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester I 2024 hanya tumbuh sebesar 5,08 persen.
“Untuk indikator daya beli di pasar pun juga kita mengetahui ya, bahwa pertumbuhan kebutuhan pokok yang dijual baik di e-commerce ini sempat mengalami penurunan volume penjualan. Nah kondisi ini menggambarkan betapa daya beli itu dari masyarakat mengalami pelemahan,” imbuh Esther.
Dari sisi produksi, pertumbuhan industri pun melambat seiring dengan penyaluran kredit di sektor riil. Bahkan, penyaluran kredit menurun dari 18,7 persen di tahun 2015 menjadi 15 persen di tahun 2024.
Esther menekankan, lambatnya pertumbuhan penyaluran kredit ini disebabkan karena struktur perbankan yang cenderung oligopoli.
“Sehingga pertumbuhan kredit manufaktur yang lebih lambat ini dibandingkan pertumbuhan kredit rata-ratanya di nasional ini merupakan indikasi bahwa sektor industri manufaktur ini mengalami penurunan ya kinerjanya,” papar Esther.
Terkini Lainnya
Artikel Terkait
Tantangan Pasar Saham 2025: Dari Geopolitik hingga Perang Dagang
Bappenas: Makan Bergizi Gratis Sumbang Pertumbuhan Ekonomi 0,86%
Prabowo Cerita soal Pihak Asing Ragukan Ekonomi RI Tumbuh 8%
Awan Mendung Industri Ritel saat Daya Beli Masyakarat Melempem
Populer
Apa Faktor Utama Penyebab Kebakaran di Los Angeles?
Meutya Klaim Tak Kenal Rudy Valinka yang Dilantik Stafsus
Era Bakar Uang Meredup, Startup Unicorn Berjuang Agar Tak Lenyap
PT KAI Memberlakukan Gapeka 2025 per 1 Februari 2025
Edy Rahmayadi Minta MK Batalkan Kemenangan Bobby-Surya
Daya Beli Tertekan, Harga Pangan Kian Menggila
Untung Rugi RI Beli Minyak Rusia usai Resmi Jadi Anggota BRICS
Daya Beli Lesu, Masihkah Tanggal Diskon di 2025 Menggiurkan?
Flash News
Yusril Harap MK Bisa Segera Hapus Ambang Batas Parlemen
KPK Sita Uang Rp476 M Terkait Eks Bupati Kukar Rita Widyasari
Pasar Hewan Imogiri Ditutup Akibat 322 Sapi Kena PMK
Afriansyah Noor Bertarung Lawan Gugum Ridho di Muktamar PBB
Kiara Ragu Sekelompok Nelayan Bangun Pagar Laut di Tangerang
Tom Lembong Diperiksa Lagi di Kasus Dugaan Korupsi Impor Gula
Viral Pagar Laut di Bekasi, KKP Sudah Bersurat ke Pemiliknya
KPK Sita Aset Rp8,1 M terkait Korupsi Dana Hibah APBD Jatim
Cak Imin Ungkap Data Tunggal Sosial Ekonomi Rampung Sebulan Lagi
2 Anggota Polres Jakpus Disanksi Demosi 8 Tahun terkait DWP
130 WNA Jadi Tersangka Tindak Pidana Imigrasi di 2024, Naik 145%
Gus Ipul Sebut Program Sekolah Rakyat Bakal Dimulai di Jakarta
Meutya Klaim Tak Kenal Rudy Valinka yang Dilantik Stafsus
Polisi Tangkap 3 Pelaku Penjarah Mobil Pengangkut Daging MBG
Andika-Hendrar Cabut Gugatan Sengketa Pilkada Jateng di MK