News - Eksekutif Institute Criminal for Justice Reform (ICJR) mendorong DPR RI memasukan RUU Narkotika agar masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2024-2029. Hal itu diusulkan Direktur ICJR, Erasmus Napitupulu, saat rapat bersama Komisi III DPR RI di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (7/11/2024).

Erasmus mengatakan, salah satu masalah terbesar di sejumlah lembaga permasyarakatan (Lapas) saat ini ialah kelebihan kapasitas. Ia mengatakan tak heran bila sempat terjadi kebakaran Lapas di Tangerang.

"Jadi, ini jadi fokus karena sebenarnya masalahnya nomor satu paling besar itu Undang-Undang Narkotika," kata Erasmus.

Erasmus menyoroti pengguna narkotika yang kadar penggunanya di bawah ambang batas, tetapi tetap dikirim ke Lapas. Sementara penyelesaian mekanisme mencari bandar dan lain-lain itu tidak dilakukan dengan baik oleh aparat penegak hukum.

"Polisi, jaksa, hakimnya disibukan dengan jumlah kasus narkotika yang begitu besar. Jadi bagaimana caranya Ini yang kita harus ubah di ruang narkotika," ucap Erasmus.

Erasmus menyebut pemerintah lewat Kementerian Hukum sudah menyiapkan Rancangan Undang-Undang Narkotika yang bisa memastikan bukan pengguna narkotika yang masuk ke dalam lapas dan rutan. Oleh karena itu, pengguna narkotika di bawah ambang batas tak harus masuk ke hotel prodeo.

"Jadi, pengguna-penggunaan kecil harusnya tidak masuk penjara kita. Itu yang paling penting, saya kira tadi poin-poin dalam diskusi," tukas Erasmus.

Sebelumnya, Menteri Imigrasi dan Permasyarakatan, Agus Andrianto, berkomitmen menyelesaikan masalah overcapacity di lembaga permasyarakatan (Lapas). Salah satu jurus yang akan dilakukan adalah memfokuskan para pecandu dan penyalahguna narkoba direhabilitasi dengan syarat tertentu daripada dipenjara.

"Undang-undang mengamanatkan bahwa pencandu dan penyalahgunaan itu wajib direhabilitasi," kata Agus di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/11/2024).

Mantan Wakapolri itu mengatakan, para pecandu dan penyalahguna narkoba bisa direhabilitasi dengan syarat tertentu sesuai dengan Pasal 127 Undang-Undang 35 tahun 2009 dan suratnya edaran Mahkamah Agung.