News - Pemerintah telah merumuskan beberapa kebijakan baru terkait skema tarif dan pungutan masyarakat yang bakal diterapkan mulai tahun depan. Beberapa kebijakan tersebut di antaranya, pengenaan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen yang akan mulai efektif per 1 Januari 2025.

Kemudian diikuti atau malah berbarengan dengan perubahan skema subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang sebagian akan diubah menjadi Bantuan Langsung Tunai (BLT). Selanjutnya, sebagai amanat Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024, yang mengamandemen Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, pemerintah juga akan efektif menaikkan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Tak berhenti di situ, mulai 2025 pemerintah juga akan mewajibkan asuransi bagi kendaraan bermotor. Iuran dana pensiun wajib yang telah tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (PPSK) pun bakal dimulai tahun depan.

Di sisi lain, untuk meningkatkan penerimaan perpajakan, Kementerian Keuangan dan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) telah menyepakati usulan tarif cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) minimal 2,5 persen pada 2025. Selain itu, ada pula kebijakan normalisasi tarif Pajak Penghasilan (PPh) Final bagi wajib pajak orang pribadi usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang menanti di 2025.

Jika berbagai kebijakan tarif dan pungutan tersebut diterapkan pemerintah saat kondisi ekonomi Indonesia normal bahkan tumbuh, dampaknya bisa lebih terjaga. Tak akan begitu memukul masyarakat. Namun, sebaliknya berbagai iuran dan pungutan akan mulai berlaku pada tahun depan, di mana saat ini saja ekonomi Indonesia stagnan bahkan cenderung turun.

“Kalau dari segi dampak makro sih saya lihat masih manageable. Cuma isunya Sebenernya saya lebih menyoroti kepada timing,” kata Pakar Perbankan sekaligus Pengajar di Binus University, Doddy Ariefianto, kepada Tirto, Jumat (6/12/2024).